Baca juga : Tuntunan Dakwah Islam KontemporerTetapi masalahnya, secara kualitas saat ini lebih dari jutaan jiwa umat Islam masih berada di bawah garis kemiskinan. Umat Islam bukan saja miskin secara ekonomi tetapi juga dibidang lain, terkhusus ilmu pengetahuan dan teknologi. Tak dapat dipungkiri jika umat Islam hingga detik ini masih pantas menyandang gelar sebagai kaum terbelakang di berbagai hal. Buktinya, umat Islam masih sangat bergantung pada produk-produk perindustrian orang-orang Barat.
Sejarah Peradaban Islam
Dalam perjalanan sejarah, peradaban Islam pernah memakmurkan sebagian bumi selama beberapa abad, hanya saja kemudian peradaban Islam melemah terutama ketika memasuki abad XIX M. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang kini dikuasai orang-orang Barat, sementara ilmu pengetahuan itu sendiri berawal dan bersumber dari peradaban Islam. Ironisnya, banyak umat Islam yang justru melupakan tanggungjawabnya untuk menuntut ilmu dan sibuk terbuai oleh kehidupan hedonis.Memasuki masa neomodernisasi, perlahan namun pasti peradaban Islam mulai bangkit, sebaliknya peradaban Barat semakin ditinggalkan penganutnya. Seperti yang kita ketahui sekarang ini negara-negara Barat mulai mengalami penurunan dalam berbagai bidang. Dan tidak jarang orang-orang Barat yang bertransmigrasi ke Benua Asia demi mencari pembaharuan. Banyak kalangan menyatakan bahwa era saat ini (abad 21) adalah era peradaban Asia. Sementara negara-negara Asia mayoritas berpenduduk Islam, dapat dikatakan bahwa semangat membangun peradaban Islam telah menemukan momentumnya.
Inilah tantangan serius bagi bangsa Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. Negeri kita ini semestinya menjadi barometer gerakan-gerakan pembaruan yang berasaskan Islam. Dengan penduduk Islam terbanyak seharusnya Indonesia mampu menjadi leader bagi bangsa-bangsa Asia dalam mewujudkan peradaban Madani. Permasalahannya, mungkinkah Indonesia yang mayoritas penduduknya miskin mampu mengambil momentum ini?
Berdasarkan hasil sebuah penelitian bertema “How Islamic are Islamic Countries” (Global Economy Journal: 2010) yang dilakukakan oleh Sheherazade S. Rehman dan Hossein Askari dari The George Washington University. Menempatkan Indonesia pada urutan ke-140 dari 208 negara yang menerapkan nilai-nilai Islam. Indonesia sangat jauh tertinggal dari tetangga dekatnya sekaligus negara yang serumpun yakni Malaysia yang menempati urutan ke-38.
Data tersebut tidaklah mengada-ada, sebab dalam realitanya sekarang negeri kita sedang dilanda beragam bentuk praktek kebobrokan moral. Mulai dari korupsi hingga pemerkosaan, bahkan pemihakan kepada rakyat yang sangat rendah, ini juga yang menunjukkan bahwa sistem di negara kita masih sangat rendah dalam segala hal. Memang jika dilihat secara makro Indonesia tidak menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan atau bisa dibilang baik-baik saja. Tetapi jika dibandingkan dengan kondisi riil kehidupan berbangsa, kondisi makro itu tidaklah cukup karena penderitaan yang dipendam rakyat sangat memprihatinkan.
Petani misalnya, di zaman ini masih ada yang besar pendapatan perbulannya hanya 170 ribu. Pendapatan perbulan yang sangat jauh dari standart kecukupan jika harga bahan pokok seperti yang kita temui di pasar akhir-akhir ini. Suatu kondisi masyarkat yang sungguh tragis dimana bangsa ini dibidang pertanian sebagai sektor utama kehidupannya saja masih tertinggal. Belum lagi merambah sektor lain seperti pendidikan, pembangunan, teknologi dan sektor-sektor pendukung lainnya yang menjaga eksistensi suatu negara. Lalu, bagaimana jika sektor-sektor tersebut dibandingkan dengan negara tetangga apalagi negara maju? maka sudah jelas negara kita sangat jauh tertinggal.
Dibidang politik, Indonesia tergolong negara yang menjunjung asas liberal. Banyaknya partai politik dan berubah-ubahnya nama partai mengindikasikan kebebasan untuk keluar masuk sistem pemerintahan, sehingga menyebabkan labilnya kebijakan kerakyatan yang menjadikan masyarakat Indonesia senantiasa dalam keterbelakangan untuk banyak hal. Dan sejarah telah membuktikan jika kejayaan suatu negara yang menganut demokrasi liberal hanya sementara, selanjutnya negara tersebut membuka jalannya sendiri menuju keruntuhannya.
Sementara dari segi pendidikan, sudah tidak dapat dipungkiri lagi jika standart value pendidikan nasional kita masih di bawah kompetensi pendidikan yang semestinya. Silih bergantinya kurikulum pendidikan menunjukkan bahwa sistem pendidikan nasional masih merangkak dan meraba-raba pola yang sesuai, sangat jauh bila dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia ataupun Singapura yang sebelumnya menjadi murid di negeri kita. Berapa banyak doctor yang telah dihasilkan pendidikan nasional kita? Bandingkan dengan banyaknya putra bangsa kita yang meraih gelar di universitas luar negeri, bahkan dengan bangga mereka enggan pulang ke Indonesia untuk menerapkan ilmunya.
Illustrasi |
Seorang Dr. Yusuf Qardhawi yang termasuk salah satu ulama dunia adalah bagian dari orang-orang yang mengharapkan Indonesia bisa menjadi pemicu dan pemacu kebangkitan Islam di dunia. Ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung kembalinya peradaban Islam sudah begitu lengkap di negara kita. Jadi, ada kesempatan besar yang kita miliki untuk mewujudkan impian umat Islam dunia dalam mengembalikan kejayaan Islam. Tugas besar yang telah lama terbengkalai ini, menjadi tanggungjawab kita bersama sebagai umat Islam dan jika masih ingin disebut muslim.
Sudah saatnya kita sebagai rakyat Indonesia yang mayoritas umat Islam memiliki motivasi tinggi menyambut kebangkitan peradaban Islam. Peradaban yang mampu mengantarkan manusia dalam kehidupan yang mulia baik secara individu maupun bernegara. Membangun peradaban Islam sama artinya memberikan solusi atas problematika kehidupan seluruh umat manusia yang semakin complex. Dan membangun peradaban Islam harus dapat bersinergi dengan menegakkan nilai-nilai keadilan universal, karena hakikatnya nilai-nilai Islam bukan hanya untuk umat Islam, tetapi semesta alam (rahmatan lil ‘alam).