Emansipasi Wanita Menurut Islam

IQROZEN | Membicarakan emansipasi wanita adalah merupakan hal yang sangat menarik dalam berbagai diskusi kekinian. Ditunjang dengan era digital seperti sekarang ini, sungguh dialektika tentang emansipasi wanita menjadi tema yang tak habis-habisnya di setiap masa. Dari mulai soal kepemimpinan wanita, diskriminasi peran wanita, kurangnya partisipasi wanita, hingga masalah poligami. Semuanya itu hanya bermuara pada sebuah gugatan kaum wanita untuk memperoleh persamaan hak dan kewajiban yang sejajar dengan pria di berbagai bidang kehidupan.

Sebagai seorang ibu, wanita tentunya banyak berpengaruh dalam proses perkembangan anak yang akan menjadi pemimpin umat. Artinya, jika ingin mengetahui karakter kepemimpinan suatu bangsa 50 tahun yang akan datang, maka lihatlah karakter para wanita saat ini. Jika perilaku wanita saat ini baik dan berkepribadian mulia, insya Allah pemimpin-pemimpin yang akan datang amanah. Namun sebaliknya, jika wanita-wanita saat ini sudah tidak ada lagi yang mengindahkan akhlaknya, konsekuensinya adalah kehancuran peradaban suatu umat atau bangsa.

Wanita dalam Islam

Jauh sebelum kaum feminisme memproklamirkan gerakan emansipasi wanita, Islam telah lebih dahulu mengangkat derajat wanita. Zaman Jahiliyah sebagai masa pencampakan wanita, berubah menjadi zaman kemuliaan wanita. Dalam ajaran Islam wanita mempunyai beberapa posisi penting dalam kehidupan ini, diantaranya: sebagai hamba Allah, sebagai istri dari suaminya, sebagai ibu dari anak-anaknya, serta sebagai anggota masyarakat.

Sebagaimana pepatah Arab mengatakan, "Wanita adalah tiang negara, jika mereka baik maka baiklah negara itu dan jika mereka buruk (rusak moralnya) maka buruklah negara itu." Kalimat tersebut menjelaskan kedudukan wanita, peran dan fungsinya dalam kehidupan keluarga maupun bangsa yang amat penting. Ditambahkan oleh Yusuf Qardhawy bahwa Islam memberikan peluang bagi kaum wanita untuk aktif terlibat dalam berbagai kehidupan dalam konteks saling menyuruh untuk mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran.


Banyak hadis Rasulullah yang menceritakan kisah dan peranan penting wanita di samping perjuangan kaum pria. Dari Ar-Rubayyi binti Mu’awwidz RA berkata, yang artinya, “Kami pernah bersama Rasulullah dalam peperangan, kami bertugas memberi minum dan makan para prajurit, melayani mereka, mengobati yang terluka, dan mengantarkan yang terluka kembali ke Madinah.”

Dalam bidang perdagangan, nama Khadijah binti Khuwailid, tercatat sebagai seorang yang sangat sukses. Demikian juga Qilat Ummi Bani Anmar, yang tercatat sebagai seorang wanita yang pernah datang kepada Rasulullah untuk meminta petunjuk-petunjuk dalam bidang jual beli. Kemudian istri Rasulullah, Zainab binti Jahsy juga aktif dalam bekerja. Hingga menyamak kulit binatang dan hasilnya itu beliau sedekahkan. Ratihah, istri sahabat Nabi, Abdullah ibn Mas’ud sangat aktif bekerja karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu bekerja.

Emansipasi Wanita Menurut Islam


Sesungguhnya makna emansipasi wanita dalam perspektif Islam, tidak hanya menjabarkan mengenai penuntutan kesetaraan gender saja. Akan tetapi, juga menjelaskan tentang hak dan kewajiban sebagai konsekuensi takdir diciptakannya wanita yang mulia. Wanita sangat dimuliakan sesuai peran dan kedudukan kodratinya, bahkan derajatnya lebih tinggi bila dibanding laki-laki.

Dari Abu Hurairah RA berkata, yang artinya, “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” Rasulullah menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR Bukhari).

Tidak ada gunanya lagi jika kita terus terjebak dalam perdebatan seputar emansipasi wanita, tanpa ada langkah progresif untuk memuliakan wanita. Islam telah mengatur dan membuktikan bagaimana menjadi seorang muslimah yang berkualitas demi melahirkan generasi umat yang hebat. Allah berfirman, yang artinya, ”Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.”(QS al-Baqarah: 233).

Firman Allah tersebut telah membagi tugas dan tanggung jawab antara seorang ibu yang notabene adalah kaum wanita, bersama partnernya yaitu suami. Dengan asupan ASI yang cukup, seorang generasi manuisa (bayi) akan mampu tumbuh dengan sehat dalam buaian kasih sayang. Harapannya tentu mereka lebih memiliki ketajaman hati nurani karena didik oleh ibu tercinta yang berkualitas. Dan ayah harus menyukupi segala kebutuhan keluarga dengan jalan yang halal dan diberkahi.


Sekali lagi, pemahaman mengenai emansipasi wanita harus dilihat dari berbagai aspek. Tidak hanya dilihat dari aspek penuntutan kesetaraan hak dan gender saja, tetapi juga harus dilihat dari pemenuhan kewajiban serta garis kodrat yang telah ditentukan Allah. Contohnya, wanita diperbolehkan berkarir tetapi juga harus tetap memenuhi kewajiban dan kodratnya sebagai wanita sholeha yang mengurus keluarga, mendidik anak dan menjaga aurat atau kehormatannya.

Gambar Wanita dalam Islam
DOK. Pribadi