Krisis kepemimpinan, sekiranya ini yang sedang terjadi di bumi Indonesia, dimana pejabat yang semestinya mengayomi hak-hak rakyat dan menjamin kesejahteraan umat, justru menyebabkan kehidupan rakyat kian menderita. Sungguh memprihatinkan, negara Islam terbesar di dunia ini belum mampu menerapkan kaidah ber-Islam, salah satunya membangun kemandirian ekonomi rakyat Indonesia.
Dalam Islam, sudah menjadi kewajiban seorang pemimpin atau atasan untuk memperhatikan kehidupan rakyatnya. Karena kehidupan antara pemimpin dan rakyat ibarat hidup dalam satu keluarga yang saling memberi dan membutuhkan. Islam dengan tegas memerintahkan para majikan berbuat baik kepada budaknya dan memerdekakan mereka. Apalagi kepada rakyat yang sesungguhnya mereka memiliki kemerdekaan dalam berbangsa dan bernegara. Sayang, kenyataannya masih banyak pemimpin saat ini yang tidak menyadari peran penting orang-orang yang dipimpinnya.
Dalam Islam, sudah menjadi kewajiban seorang pemimpin atau atasan untuk memperhatikan kehidupan rakyatnya. Karena kehidupan antara pemimpin dan rakyat ibarat hidup dalam satu keluarga yang saling memberi dan membutuhkan. Islam dengan tegas memerintahkan para majikan berbuat baik kepada budaknya dan memerdekakan mereka. Apalagi kepada rakyat yang sesungguhnya mereka memiliki kemerdekaan dalam berbangsa dan bernegara. Sayang, kenyataannya masih banyak pemimpin saat ini yang tidak menyadari peran penting orang-orang yang dipimpinnya.
Kearifan Rasulullah SAW
Ada kisah yang diceritakan Abdullah bin Umar, bahwa pernah ada seorang laki-laki datang menemui Rasulullah seraya bertanya, ”Wahai Rasul, berapa kalikah aku harus minta maaf kepada pembantuku (hamba sahaya)?” Rasulullah menjawab,”Tujuh puluh kali setiap hari.” (Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi).
Selanjutnya, Rasulullah SAW memerintahkan para majikan agar memperlakukan para bawahannya secara manusiawi, penuh kasih sayang dan tidak membebani mereka dengan beban yang tidak mampu mereka pikul. “Pembantu kalian adalah saudara kalian. Allah menjadikan mereka di bawah tanggung jawab kalian. Siapa saja yang saudaranya menjadi tanggung jawabnya, maka hendaknya dia memberi makan kepadanya seperti yang dia makan; memakai pakaian seperti yang dia pakai, dan tidak membebani mereka dengan beban yang tidak dapat mereka pikul. Jika kalian membebani mereka dengan pekerjaan, maka bantulah mereka.” (Ibn al-Hajar, Fath al-Bari, I/115).
Rasulullah pun mengharuskan para majikan untuk membayar karyawannya dengan upah yang layak dan memadai. Juga tidak boleh zalim dan menangguh-nangguhkan pembayaran mereka. Rasulullah bersabda, “Berikanlah buruh itu upahnya, sebelum keringatnya kering.” (Riwayat Ibnu Majah). Inilah yang hilang dari banyak penguasa di negara kita tercinta saat ini, mereka dengan sengaja menunda atau mempersulit upah yang layak diterima para buruh.
Selain itu, pemimpin juga tidak boleh memaksa karyawan atau bawahannya untuk memikul beban kerja yang dapat merusak kesehatannya sehingga dia tidak dapat menunaikan kewajibannya baik sebagai seorang pekerja maupun sebagai hamba Allah. Rasulullah pernah berpesan kepada para majikan, yang artinya: “Beban yang kamu ringankan dari pembantumu kelak akan menjadi pahala bagimu dalam timbangan amal kebaikanmu.” (HR. Ibnu Hibban).
Hadis lainnya menjelaskan kearifan Rasulullah sebagai teladan nyata dalam hidup seorang pemimpin. “Rasulullah SAW tidak pernah sekalipun memukul dengan tangan Beliau apapun, baik istri maupun pembantu Beliau.” (HR. Muslim). Pernah ketika Rasulullah melihat Abu Mas’ud al-Anshari memukul budaknya, Beliau pun menegurnya. Budak itu pun dimerdekakan seketika oleh Rasulullah. Rasulullah SAW berkata, “Kalau seandainya kamu tidak melakukannya, pasti kamu akan dilahap api neraka.” (HR. Muslim).
Kisah lainnya terjadi pada Anas bin Malik, pembantu Rasulullah ini menjadi saksi kemuliaan akhlak Rasulullah SAW. Anas menceritakan, “Rasulullah adalah orang yang akhlaknya paling mulia. Suatu ketika Beliau mengutusku untuk suatu keperluan. Aku berkata, ‘Demi Allah, saya tidak mau pergi (meski di dalam hati, aku akan berangkat memenuhi semua perintah Beliau).’ Rasulullah pun bersabda, ‘Baik, kalau begitu saya akan keluar hingga saya melihat anak-anak yang bermain di pasar.’
Tiba-tiba, Rasulullah SAW memegang tengkukku dari belakang. Aku melihatnya, Beliau pun tertawa, dan bersabda, ‘Wahai Anas kecil, pergilah sebagaimana yang saya perintahkan kepadamu.’ Aku pun menjawab, ‘Baik. Saya akan berangkat wahai Rasulullah.’ Anas pun berkata, ‘Demi Allah, aku telah membantu Rasulullah selama hampir sembilan tahun. Aku tidak pernah tahu Beliau mengomentari apapun yang aku lakukan, ‘Kenapa kamu melakukan ini, dan itu.’ Atau mengomentari apa yang aku tinggalkan, ‘Mengapa kamu tidak melakukan ini dan itu?’ (HR. Muslim).
Demikian untaian hikmah dari sejarah kepemimpinan Rasulullah dalam menunaikan kewajiban yang telah diamanahkan oleh umat dengan arif dan ikhlas. Semoga bermanfaat!!!
Rasulullah pun mengharuskan para majikan untuk membayar karyawannya dengan upah yang layak dan memadai. Juga tidak boleh zalim dan menangguh-nangguhkan pembayaran mereka. Rasulullah bersabda, “Berikanlah buruh itu upahnya, sebelum keringatnya kering.” (Riwayat Ibnu Majah). Inilah yang hilang dari banyak penguasa di negara kita tercinta saat ini, mereka dengan sengaja menunda atau mempersulit upah yang layak diterima para buruh.
Selain itu, pemimpin juga tidak boleh memaksa karyawan atau bawahannya untuk memikul beban kerja yang dapat merusak kesehatannya sehingga dia tidak dapat menunaikan kewajibannya baik sebagai seorang pekerja maupun sebagai hamba Allah. Rasulullah pernah berpesan kepada para majikan, yang artinya: “Beban yang kamu ringankan dari pembantumu kelak akan menjadi pahala bagimu dalam timbangan amal kebaikanmu.” (HR. Ibnu Hibban).
Hadis lainnya menjelaskan kearifan Rasulullah sebagai teladan nyata dalam hidup seorang pemimpin. “Rasulullah SAW tidak pernah sekalipun memukul dengan tangan Beliau apapun, baik istri maupun pembantu Beliau.” (HR. Muslim). Pernah ketika Rasulullah melihat Abu Mas’ud al-Anshari memukul budaknya, Beliau pun menegurnya. Budak itu pun dimerdekakan seketika oleh Rasulullah. Rasulullah SAW berkata, “Kalau seandainya kamu tidak melakukannya, pasti kamu akan dilahap api neraka.” (HR. Muslim).
Kisah lainnya terjadi pada Anas bin Malik, pembantu Rasulullah ini menjadi saksi kemuliaan akhlak Rasulullah SAW. Anas menceritakan, “Rasulullah adalah orang yang akhlaknya paling mulia. Suatu ketika Beliau mengutusku untuk suatu keperluan. Aku berkata, ‘Demi Allah, saya tidak mau pergi (meski di dalam hati, aku akan berangkat memenuhi semua perintah Beliau).’ Rasulullah pun bersabda, ‘Baik, kalau begitu saya akan keluar hingga saya melihat anak-anak yang bermain di pasar.’
Tiba-tiba, Rasulullah SAW memegang tengkukku dari belakang. Aku melihatnya, Beliau pun tertawa, dan bersabda, ‘Wahai Anas kecil, pergilah sebagaimana yang saya perintahkan kepadamu.’ Aku pun menjawab, ‘Baik. Saya akan berangkat wahai Rasulullah.’ Anas pun berkata, ‘Demi Allah, aku telah membantu Rasulullah selama hampir sembilan tahun. Aku tidak pernah tahu Beliau mengomentari apapun yang aku lakukan, ‘Kenapa kamu melakukan ini, dan itu.’ Atau mengomentari apa yang aku tinggalkan, ‘Mengapa kamu tidak melakukan ini dan itu?’ (HR. Muslim).
Pemimpin Ideal |