Konsep Islam sudah sangat jelas mengatur kehidupan agar berada dalam kesejahteraan dan keselamatan dunia dan di akhirat kelak. Salah kaprah jika ada ajaran Islam yang menyakiti diri atau orang lain, sebagaimana isu maraknya aliran radikal mengatasnamakan agama. Jika demikian maka wajib pemerintah memblokir ajaran radikal yang telah menciderai kesantunan hidup masyarakat Indonesia.
Demikian halnya dalam pemanfaatan kekayaan alam, Islam sebelum masuk ke Indonesia dan berkembang seperti sekarang ini sejatinya telah memiliki aturan mengenai pemanfaatan Minyak Gas (migas) dan Sumber Daya Alam (SDA). Tujuannya tentu untuk kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia termasuk yang bukan umat Islam.
Ibnu Taimiyah membatasi keabsahan pemerintah dalam menetapkan kebijakan intervesi pada empat situasi dan kondisi. Berikut penjelasannya:
Pertama, kebutuhan masyarakan atau hajat orang banyak akan sebuah komoditas (barang maupun jasa). Para fuqaha sepakat bahwa sesuatu yang menjadi hajat orang banyak tidak dapat diperjual-belikan kecuali dengan harga yang sesuai.
Kedua, terjadi kasus monopoli (penimbunan). Para fuqaha sepakat untuk memberlakukan Hak Hajar (ketetapan yang membatasi hak guna dan hak pakai atas kepemilikan barang) oleh pemerintah. Hal ini untuk mengantisipasi adanya tindakan negatif (berbahaya) yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan kegiatan monopolistik ataupun penimbunan barang.
Ketiga, terjadi keadaan al-Hasr (pemboikotan), di mana distribusi barang hanya terkonsentrasi pada satu penjual atau pihak tertentu. Penetapan harga di sini untuk menghindari penjualan barang tersebut dengan harga yang ditetapkan sepihak dan semena-mena oleh pihak penjual tersebut. Dan yang terakhir, bila terjadi koalisi dan kolusi antar para penjual, di mana sejumlah pedagang sepakat untuk melakukan transaksi di antara mereka sendiri, dengan harga penjualan yang tentunya dibawah harga pasar.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemerintah wajib menjaga keseimbangan harga barang di pasar yang menjadi kebutuhan rakyat. Ketetapan intervensi di sini untuk menghindari kemungkinan terjadinya fluktuasi harga barang yang ekstrim dan diluar jangkaun rakyat. Jadi, intervensi pemerintah dalam pengelolaan SDA harus bijak agar negeri ini tidak terombang-ambing oleh gejolak ekonomi dunia.
Sudah saatnya, Migas dan SDA yang melimpah di negeri ini dikelola dan hasilnya harus diserahkan untuk kesejahteraan rakyat. Tambang migas itu tidak boleh dikuasai swasta apalagi negara asing, Migas dan SDA adalah anugerah dari Allah untuk umat manusia di masing-masing negeri. Rasulullah saw bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Demikian halnya dalam pemanfaatan kekayaan alam, Islam sebelum masuk ke Indonesia dan berkembang seperti sekarang ini sejatinya telah memiliki aturan mengenai pemanfaatan Minyak Gas (migas) dan Sumber Daya Alam (SDA). Tujuannya tentu untuk kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia termasuk yang bukan umat Islam.
MIGAS & SDA dalam Islam
MIGAS dan Sumber Daya Alam (SDA) adalah kekayaan rakyat yang dikelola oleh negara, maka sewajarnya jika hasil kekayaan alam di Indonesia dinikmati rakyat Indonesia secara merata. Sangat tidak dibenarkan jika kekayaan alam ini hanya dikuasai oleh individu atau segolongan orang saja, terlebih-lebih dikuasai pihak asing. Pemerintah pun tidak seenaknya saja mengeluarkan kebijakan dalam mengelola kekayaan alam, karena ada beberapa hal pokok dalam kehidupan rakyat yang tidak dapat diintervensi oleh kebijakan pemerintah.Ibnu Taimiyah membatasi keabsahan pemerintah dalam menetapkan kebijakan intervesi pada empat situasi dan kondisi. Berikut penjelasannya:
Pertama, kebutuhan masyarakan atau hajat orang banyak akan sebuah komoditas (barang maupun jasa). Para fuqaha sepakat bahwa sesuatu yang menjadi hajat orang banyak tidak dapat diperjual-belikan kecuali dengan harga yang sesuai.
Kedua, terjadi kasus monopoli (penimbunan). Para fuqaha sepakat untuk memberlakukan Hak Hajar (ketetapan yang membatasi hak guna dan hak pakai atas kepemilikan barang) oleh pemerintah. Hal ini untuk mengantisipasi adanya tindakan negatif (berbahaya) yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan kegiatan monopolistik ataupun penimbunan barang.
Ketiga, terjadi keadaan al-Hasr (pemboikotan), di mana distribusi barang hanya terkonsentrasi pada satu penjual atau pihak tertentu. Penetapan harga di sini untuk menghindari penjualan barang tersebut dengan harga yang ditetapkan sepihak dan semena-mena oleh pihak penjual tersebut. Dan yang terakhir, bila terjadi koalisi dan kolusi antar para penjual, di mana sejumlah pedagang sepakat untuk melakukan transaksi di antara mereka sendiri, dengan harga penjualan yang tentunya dibawah harga pasar.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemerintah wajib menjaga keseimbangan harga barang di pasar yang menjadi kebutuhan rakyat. Ketetapan intervensi di sini untuk menghindari kemungkinan terjadinya fluktuasi harga barang yang ekstrim dan diluar jangkaun rakyat. Jadi, intervensi pemerintah dalam pengelolaan SDA harus bijak agar negeri ini tidak terombang-ambing oleh gejolak ekonomi dunia.
Sudah saatnya, Migas dan SDA yang melimpah di negeri ini dikelola dan hasilnya harus diserahkan untuk kesejahteraan rakyat. Tambang migas itu tidak boleh dikuasai swasta apalagi negara asing, Migas dan SDA adalah anugerah dari Allah untuk umat manusia di masing-masing negeri. Rasulullah saw bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).