IQROZEN | Ujian Nasional (UN) menjadi ‘momok’ menakutkan
bukan saja pada siswa, melainkan juga guru dan orang tua/ wali murid. UN
menghantui mereka menjelang, saat penyelenggaraan, dan sesudah tahapan UN.
Inilah yang mendorong praktek kekhafiran karena banyak siswa bersama
guru mereka berziarah ke pemakaman menjelang UN, bahkan beberapa guru
membekali siswanya dengan pensil yang sudah didoakan hanya demi mendapat
kemudahan untuk mengerjakan soal UN. Inikan ‘pendidikan’ syirik
namanya, sedangkan pendidikan seharusnya mengantarkan manusia berpikir
berlandaskan logika iman dan berperilaku rasional.
Jika kembali pada maklumat Pembukaan UUD 1945 alinea empat yang menyatakan “mencerdaskan kehidupan bangsa”, tentu segudang persoalan akan kita temukan pada tujuan pendidikan nasional saat ini. Apakah mencerdaskan kehidupan bangsa yang dimaksud itu lahirnya para koruptor? Karena saat ujian nasional pelajar kita sudah dikenalkan dengan praktek ‘busuk’ mencuri dan mencontek jawaban. Atau terwujudnya pelajar cinta tawuran yang ujungnya pada terbentuknya geng motor yang hidupnya meresahkan jalanan umum. Apa mungkin mencerdaskan kehidupan bangsa dengan melahirkan generasi hedonis yang gemar hura-hura dan seks bebas? Memang tidak semua seperti itu keadaannya, namun fenomena yang ada saat ini tidak dapat dipungkiri lagi.
Jika kembali pada maklumat Pembukaan UUD 1945 alinea empat yang menyatakan “mencerdaskan kehidupan bangsa”, tentu segudang persoalan akan kita temukan pada tujuan pendidikan nasional saat ini. Apakah mencerdaskan kehidupan bangsa yang dimaksud itu lahirnya para koruptor? Karena saat ujian nasional pelajar kita sudah dikenalkan dengan praktek ‘busuk’ mencuri dan mencontek jawaban. Atau terwujudnya pelajar cinta tawuran yang ujungnya pada terbentuknya geng motor yang hidupnya meresahkan jalanan umum. Apa mungkin mencerdaskan kehidupan bangsa dengan melahirkan generasi hedonis yang gemar hura-hura dan seks bebas? Memang tidak semua seperti itu keadaannya, namun fenomena yang ada saat ini tidak dapat dipungkiri lagi.
Solusi Pendidikan Nasional Indonesia
Sudah saatnya pendidikan kita lepas dari cengkraman mafia pendidikan yang semata-mata mencari keuntungan pribadi. Praktek-praktek kecurangan tidak layak tumbuh subur di dunia pendidikan, karena akan membentuk pola pikir menyimpang pada generasi bangsa yang turun-temurun sepanjang masa. Akibatnya, generasi negeri kita cenderung bersifat pragmatis dan kapitalis dalam memandang problematika bangsa ini. Mereka tidak lagi mengedepankan etika kala berdebat, dan tidak lagi memakai logika iman saat menyelesaikan suatu urusan, yang penting ‘beres’ dan terpenuhi semua ambisinya.
Sebagian besar masyarakat Indonesia yang semakin akrab bersua dengan sekulerisme merupakan bukti out-put pendidikan negeri kita yang telah menyimpang dari fungsi dan tujuan pendidikan itu sendiri. Lahirnya generasi koruptor, mafia hukum, pemuda hedon, pelajar brutal, manusia-manusia cabul dan hyperseks, serta masih banyak profesi-profesi gelap lainnya yang melambangkan pudarnya logika iman dalam diri generasi hasil dari sistem pendidikan nasional kita. Ditambah lagi, kurikulum pendidikan yang tidak relevan dan tidak memiliki standarisasi yang jelas menjadikan kita sebagai warga pendidikan nasional senantiasa terjebak dalam kebingungan.
Begitu penting inovasi untuk pendidikan nasional digalang dan terkonsep matang, sehingga arah pendidikan nasional kita semakin jelas dan mampu menjamin kaderisasi anak bangsa yang dapat dibanggakan. Pembaharuan di setiap perangkat pendidikan menjadi hal utama yang harus diselesaikan demi mewujudkan “pendidikan karakter untuk membangun peradaban bangsa”. Jangan malu mengadopsi sistem pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai logika iman, misalnya sistem pendidikan Islam.
Sistem pendidikan harus dikembalikan pada tujuan diselenggarakannya sebagaimana yang disebutkan dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3: bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kesimpulannya, sudah tidak zamannya pendidikan hanya diukur dari nilai akademis saja, tanpa melibatkan aspek spiritual dan kecakapan hidupnya. Konspirasi dibalik UN harus dihentikan dan mestinya ditinggalkan karena efektivitas-nya yang rendah dan hanya menimbulkan kecurangan dimana-mana. Mari bersama membangun dunia pendidikan nasional kita demi melahirkan generasi bangsa yang memiliki ketajaman logika imannya. Kemajuan pendidikan nasional merupakan proyek mulia yang harus dikerjakan secara kolektif oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia.