IQROZEN | Nikmat dan Duka Cinta Pertama. Tak terasa, setahun sudah usia putri pertama Abu. Buah hati semata wayang tersebut lahir pada hari ini setahun yang lalu saat menjelang Shubuh. Banyak pengalaman menarik karena ini merupakan hal pertama yang Abu alami seumur hidup. Nikmatnya percintaan telah membuahkan kebahagiaan yang dibumbui perjuangan nan berat untuk meraih ridho-Nya semata. Liku-liku kehidupan hanyalah untaian sejarah yang kelak berbicara di hari pembalasan. Berhasil atau tidak semuanya akan mendapatkan reward di akherat kelak. Baca juga artikel tentang Azab Dunia dan Akhirat.
Postingan ini sekedar ingin berbagi pengalaman hidup seorang hamba Allah yang memiliki cita-cita besar namun terlahir dalam keterbatasan. Bagaimana kendala dan cobaan yang dihadapinya menjadi batu loncatan untuk meraih sukses? Silakan simak kisah sederhana ini, apabila ingin lebih jauh mengenal sosok penulisnya, langsung saja berkunjung ke artikel tentang Biodata dan Profil Sang Penulis Lepas.
Berikut sepenggal kisah Nikmat dan Duka Cinta Pertama.
Berikut sepenggal kisah Nikmat dan Duka Cinta Pertama.
Semasa hamil, istri saya tidak mengalami kendala yang berarti, semua berjalan lancar. Saya juga ikut mengatur jadwal cek kandungannya secara rutin ke bidan dan bahkan berlangganan setiap bulannya. Perkembangan janin di dalam rahim pun tercatat normal dan terdeteksi tanpa ada gangguan yang membahayakan. Keadaan tersebut mengantarkan saya pada keyakinan besar jika kelak bayi saya akan lahir normal dan mudah. Inilah anggapan saya sebagai pengantin baru yang belum memahami seluk-beluk hamil dan melahirkan.
Namun, takdir Allah berkehendak lain. Bayi pertama yang kami nantikan lahir sesuai tanggal prediksi bidan tidak kunjung terwujud, bahkan istri saya belum memberi tanda-tanda akan melahirkan meski telah hampir sepuluh bulan mengandung. Sebagai suami siaga, saya langsung membawa istri ke bidan untuk diperiksa kandungannya. Tidak sampai di situ, saya pun mengajak istri ke dokter spesialis kandungan untuk proses rontgen agar dapat memastikan keadaan janin dalam kandungan. Lagi-lagi tidak ada masalah meski ada sedikit catatan dokter bahwa jika air ketuban di dalam kandungan pecah atau habis dapat berakibat fatal terhadap jabang bayi.
Beberapa hari kemudian, kekhawatiran itu kian mengusik benak saya karena tetap saja istri belum memberikan tanda-tanda konstraksi untuk melahirkan. Saya kembali ke tempat bidan langganan dan berkonsultasi terkait langkah apa yang sebaiknya dilakukan, karena istri belum menunjukan gejala akan melahirkan meski sudah melewati waktu sepekan dari prediksi tanggal kelahiran. Menurut bidan, langkah yang tepat sementara ini adalah dirangsang dengan cara induksi.
Saya spontan mengiyakan dengan harapan proses kelahiran dapat segera terjadi dengan normal tanpa hambatan. Sayangnya 12 jam lebih istri saya berkonstraksi namun belum juga ke luar Sang Buah Hati yang telah hampir 10 bulan dinantikan tersebut. Panik, mungkin kata ini yang sesuai dan memang biasa terjadi pada kebanyakan suami ketika istrinya menderita saat kontraksi berkepanjangan. Namun tidak demikian dengan saya, semua yang terjadi dengan sadar saya serahkan kepada Sang Pencipta yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan.
Sekuat tenaga saya terus bersabar dan tiada henti memohon petunjuk dari Allah SWT, agar diberi jalan kemudahan dalam proses kelahiran putri pertama kami yang tercinta tersebut. Ujian kembali datang, ketika bidan memeriksa tensi darah istri saya dan mengatakan jika keadaan darurat karena tensi darah terus meningkat drastis. Selain tensi yang tinggi, kondisi fisik istri saya semakin lemah dan tampak begitu kepayahan menahan derita konstraksi yang selalu datang per lima menit tersebut.
Berita yang lebih menyedihkan lagi ketika bidan tersebut akhirnya merujuk ke rumah sakit secepat mungkin karena harus menjalani operasi caesar. Keputusan ini diambil sang bidan setelah keadaan darurat tensi darah yang tinggi dan kondisi tubuh yang kian melemah. Berat rasanya saya mengiyakan dan menandatangani surat rujukan bidan tersebut, namun mungkin inilah jalan terbaik yang harus saya jalani. Kenyataan pahit yang tentu sangat memukul perasaan istri saya yang tidak ingin melahirkan dengan cara dioperasi. Tapi, inilah kenyataan yang harus dijalani di antara kenikmatan dan kebahagiaan selama hidup berumah tangga.
Kepanikan dan kecemasan yang sejak semula saya coba lawan dan membuangnya jauh-jauh, nampaknya kian besar menghantui pikiran saya apalagi saat itu waktu sedang menunjukkan sekitar pukul 3 dini hari. Selain jauh dari keluarga, keadaan yang masih gelap gulita sudah barang tentu menyulitkan saya menemukan kendaraan untuk mobilisasi ke rumah sakit. Belum lagi, betapa sulitnya menemukan rumah sakit dengan dokternya yang siap melakukan operasi di waktu sepertiga malam terakhir.
Dalam keadaan yang penuh tekanan tersebut, saya coba mendekatkan diri kepada Allah untuk memohon petunjuk dan kekuatan. Saya bersegera bermunajat kepada Allah dengan menunaikan shalat tahajjud 2 rakaat. Subhanallah, pertolongan Allah pun datang tanpa terduga. Tetangga saya datang dengan mobilnya dan membawa kami ke rumah sakit. Di rumah sakit, seperti telah ada komando sebelumnya, mulai dari petugas receptionis hingga petugas medis telah siap sedia menjalankan tugasnya tanpa bertele-tele. Dan tepat kumandang azan Shubuh, lahirlah putri pertama kami yang bernama Aunillah, dalam bahasa Arab bermakna pertolongan Allah.
Tak lepas ungkapan syukur saya sematkan dalam lisan dan hati ini. Meski harus melewati operasi caesar, istri dan putri saya dapat terselamatkan dan hingga kini kami dapat bersama menjalani hari-hari yang penuh pertolongan Allah. Hebatnya lagi, kami terbebas dari biaya operasi yang nominalnya berkisar puluhan juta karena mendapat Jampersal (jaminan persalinan) dari rujukan bidan yang sebelumnya menangani istri saya.
Sungguh, Nikmat dan Duka adalah dua bagian yang tiada terpisahkan bagai dua sisi mata uang. Maka sabar dan syukur merupakan amalan penting yang harus diprioritaskan ketika seseorang sedang menjalani ujian atau cobaan. Sabar dalam menjalani segala bentuk ujian hidup baik yang berupa kesenangan maupun penderitaan, adalah karakter dari pribadi manusia yang selalu ingin mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Sementara syukur terhadap segala takdir Allah menjadi upaya dasar dalam meraih keridhoan atas anugerah Allah lainnya. Karena sejatinya, ujian dan cobaan dalam kehidupan ini merupakan bagian dari penempaan diri agar membentuk kepribadian manusia yang paripurna. Semoga!
by google |