Kedudukan Iman dan Ilmu

iqrozen | Kedudukan Iman dan Ilmu. Ilmu merupakan bagian utama dalam proses kepemimpinan suatu bangsa, karena kredibilitas seorang pemimpin sangat bergantung pada ilmu yang dimilikinya. Seorang pemimpin yang ideal harus memiliki ilmu yang komprehensif sehingga dirinya dapat adil dan bijak dalam menyikapi segala persoalan yang ada dihadapannya. Sayangnya, hal ini begitu sulit ditemukan seiring perkembangan zaman seperti sekarang ini. Betapa banyak pemimpin yang tidak memiliki kualifikasi yang jelas tetapi mereka dengan mudah duduk di posisi-posisi strategis dalam pemerinatahan.

Inilah fenomena yang ada di depan mata kita sebagai rakyat Indonesia yang sekian lama dipimpin oleh mereka yang katanya bersertifikasi internasional, alumni dari perguruan-perguruan tinggi ternama di Eropa dan Amerika, namun kenyataannya rakyat masih dihantui oleh permasalahan-permasalahan yang semakin kompleks dan pelik. Jika pemimpin negeri ini adalah kader-kader yang cerdas dan berilmu, semestinya mereka mampu mengatasi paling tidak mencegah bertambahnya problematika bangsa ini. Lalu, mengapa justru bermunculan masalah-masalah baru yang sebagian besar akibat ulah para pemimpin itu sendiri.

Coba renungkan, maraknya pembalakan hutan sehingga mengakibatkan banjir bandang dan longsor yang merenggut banyak korban baik harta maupun nyawa. Mewabahnya korupsi yang berdampak pada tersendatnya pembangunan sarana-sarana umum. Meningkatnya kriminalitas dan kekerasan yang terjadi terutama pada anak-anak dan kaum wanita. Serta permasalahan lainnya yang telah menjebak negeri ini dalam pusaran krisis berkepanjangan, baik itu krisis ekonomi, krisis moralitas, krisis keteladan, krisis kepemimpinan serta dekadensi lainnya. Pertanyaannya, siapa yang berada di balik perusakan itu semua? Dan siapa saja yang telah menjadi korbannya?

Jelaslah jika kerusakan di muka bumi ini adalah ulah manusia itu sendiri terlebih mereka yang memiliki kekuasaan dalam membuat kebijakan. Pembalakan, penindasan, korupsi dan lainnya adalah fakta kejahatan yang hanya mampu dilakukan oleh oknum-oknum yang memiliki kekuasaan. Kondisi tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa banyak pemimpin di negeri ini yang tidak berilmu. Mungkin mereka bersekolah hingga meraih gelar master internasional, tetapi mereka tidak memiliki ilmu dan iman yang sesuai dengan kualifikasi sebagai seorang pemimpin paripurna.

Uraian tersebut merupakan kerangka pembuka dari betapa pentingnya ilmu dan iman dalam prsoses kepemimpinan di suatu negeri. Agar tidak terjadi pembalakan, penindasan, korupsi dan penyimpangan lainnya, maka pemimpin harus membekali dirinya dengan ilmu sehingga mampu membuat kebijakan yang dapat menangkal kejahatan-kejahatan publik tersebut. Apabila ada pemimpin yang mungkin belum mampu mengatasi suatu masalah dengan ilmu yang dimiliknya, wajib hukumnya untuk bermusyawarah dan meminta pertimbangan dari orang lain yang berilmu.

Sebagaimana kelaziman yang terjadi di zaman pemerintah Khalifah Umar bin Kaththab, ketika beliau menghadapi permasalahan yang rumit maka beliau selalu mengundang ulama-ulama terkemuka untuk bermusyawarah. Sudah barang tentu dari sekian ulama harus ada yang memiliki kemahiran ilmu dan kecerdasan dalam memahami permaslahan, serta mengutamakan keimanan dalam berperilaku. Dengan demikian, kebijakan yang diambil tidak hanya menuruti ambisi pribadi atau karena adanya tendensi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Pemimpin bijak akan selalu memprioritaskan ilmu dan imannya dalam menyikapi persoalan hidup baik yang menyangkut diri pribadi maupun yang berkenaan dengan urusan rakyat. Keimanan dan keilmuan merupakan sarana untuk membimbing diri dan rakyatnya menuju pada kehidupan bangsa yang bermartabat mulia. Allah SWT berfirman, “Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujaadilah: 11)

Sebaliknya, kepemimpinan yang hanya dilandasi oleh popularitas dan kekuasaan semata sama halnya sedang menuju ke gerbang kehancuran bangsa. Karena sejarah telah membuktikan bahwa adanya kesombongan, keingkaran hingga kebinasaan seringkali berawal dari sikap yang mengutamakan materi dalam setiap urusan. Bahkan, tidak jarang yang kemudian menuhankan segala yang bersifat meteri untuk meraih ambisi hidupnya.

Selain itu, pemimpin juga harus berjuang menumbuhkembangkan tradisi ilmu dan iman pada kehidupan rakyat di wilayah kekuasaannya. Karena, ilmu dan iman adalah pilar penting demi meraih kejayaan bangsa dan menjamin kemaslahatan umat. Logikanya, ketika tradisi ilmu dan iman telah terbangun dan berjalan maksimal dalam kehidupan umat, maka peluang untuk menjadi generasi bangsa yang unggul terbuka lebar. Dan, pada waktunya generasi tersebut akan menduduki jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan namun mereka tidak semena-mena karena telah dilandasi ilmu dan iman.

Bukan sebaliknya, membiarkan rakyat dihipnotis oleh tayangan-tayangan infotainment salah satunya melalui televisi. Hasilnya, mereka yang kecanduan sinetron atau gosip cenderung meniru apa yang mereka tonton, hal ini tentu akan menjadi masalah besar yang berpotensi pada kerusakan di muka bumi ini. Lihatlah maraknya generasi pecandu narkoba, banyaknya kasus perselingkuhan dan gonta-ganti pasangan, semua itu merupakan dampak nyata dari adanya transfer nilai budaya barat melalui media masa.

Satu-satunya langkah untuk menghindari kerusakan yang lebih parah lagi dalam proses kepemimpinan bangsa yang akan datang, maka mulai detik ini kita bersepakat untuk memuliakan orang-orang yang beriman dan berilmu. Serta menjadikan orang-orang tersebut sebagai tempat bertanya dan meminta saran ketika sedang menghadapi suatu permasalahan. Insya Allah, dengan cara demikian akan mendatangkan solusi yang tepat, benar dan adil bagi seluruh umat. “…maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (An-Nahl: 43).

Inilah point penting dalam ajaran Islam yang sangat mengistimewakan orang yang beriman dan memiliki ilmu pengetahuan. Sampai-sampai seorang Khalifah sekelas Umar bin Kaththab menghormati seorang Ibnu Abbas yang disaat pemerintahannya masih tergolong muda usianya. Hal itu dilakukan karena Umar melihat kelebihan ilmu dalam diri Ibnu Abbas. Bagi Khalifah Umar, manusia mulia karena iman dan ilmunya, bukan karena usia, harta ataupun jabatan.
Menjadi pemimpin yang beriman dan berilmu
Demikian Pentingnya Iman dan Ilmu bagi siapa pun terlebih-lebih mereka yang memiliki kesempatan menjadi pemimpin atau pejabat di suatu negara. Marilah bersama untuk senantiasa membangun budaya iman dan ilmu dalam kehidupan sehari-hari. Harapannya, agar generasi mendatang akan memiliki keimanan dan keilmuan yang mumpuni sebagai warisan yang abadi hingga akhir zaman.