Cerpen : Berbait Doa Untuk Sang Ibu

IQROZEN | Dering alarm sekonyong-konyong membangunkanku dari tidur lelap yang panjang. Aku lihat jam di dinding menunjukkan pukul 04:45. Rasanya terlalu dini untuk bangun, malas pun menghantui. Dalam kondisi setengah sadar, aku mendengar suara ibu di balik pintu memanggil-manggil. “Rizky…. Rizky…. Bangun, nak!!! Ayo sholat Shubuh, azan Shubuh hampir usai tuh...”
Di dalam kamar aku tak bergeming, hanya suara lirih setengah serak kucoba ucapkan untuk menjawab panggilan ibu, “Iya bu…. Sebentar.” Dengan mata yang terasa berat untuk dibuka, dipengaruhi rasa kantuk yang terus mendera, aku coba bangun dan melangkahkan kaki ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu’. Keajaiban pun terdjadi ketika air telah menyentuh wajahku, segar terasa, kantuk itu telah berganti semangat untuk melaksanakan kewajibanku sebagai seorang Muslim. Aku pun pergi ke masjid untuk menunaikan sholat Shubuh secara berjama’ah.
Usai sholat, doa yang pertama meluncur dari bibirku terkhusus untuk  ibu, berharap Allah selalu memberikan yang terbaik untuk ibuku. Wanita itu telah memberikan segenap rasa kasih sayangnya padaku semenjak diri ini masih dikandungnya, hingga kini sayangnya pun tak bergeser dan terus melimpah-ruah padaku. Wajar bila aku pun begitu sayang kepada ibu, apalagi semenjak ayah meninggal, ibulah yang selalu bersamaku dan menjadi satu-satunya tempatku untuk mengadu segala hal.
***
Sebagaimana biasa rutinitasku sebelum berangkat sekolah, bersih-bersih diri dan menyantap menu sarapan yang selalu tersedia meski dengan menu ala kadarnya, lagi-lagi ibu yang memperjuangkannya. Setelah sarapan, aku langsung berpamitan kepada ibu untuk berangkat ke sekolah. Ibu begitu setia melepasku berangkat menuntut ilmu dengan satu pesan yang entah sudah berapa kali diulangnya. “Rajin belajar ya, nak!” Demikian pesan ibu yang senantiasa mengiringi langkahku menuju sekolah.
Hari-hari aktivitasku tidak hanya sekolah dan bermain, namun terkadang membantu pekerjaan ibu demi memenuhi kebutuhan pokok lainnya. Aku juga suka memijit ibu ketika melihat kelelahan yang sangat telah menghampiri ibuku.
Pernah suatu malam, kesehatan ibu terganggu, ia pun memanggil dan memintaku untuk memijit-mijit kepalanya. Aku yakin kelelahan biang-keroknya. Tiada keberatan sedikitpun yang terbesit, aku langsung menunaikan permintaan ibu tersebut.
Hari berganti, kondisi ibu terus memburuk, makannya pun susah, hanya roti yang mampu menyentuh mulutnya. Ibu tidak lagi doyan makanan lainnya, seleranya kini hanya roti dan roti. Puncaknya, ibu meminta untuk dirawat di rumah sakit karena ia sudah merasa tidak sanggup lagi menahan sakitnya. Aku hanya dapat mencarikan taxi untuk mengantarkan ibu ke rumah sakit, karena nenekku (ibu dari ibuku) yang mengantar ibu, sementara aku diminta menjaga rumah.
Esoknya, aku mendapat giliran menjaga ibu di rumah sakit. Awalnya aku pikir ibu akan baik-baik saja, namun ketika aku melihat ibu telah menggunakan infuse, aku coba mencari penyakit apa gerangan yang menyerang ibuku tersayang. Aku pun menemukan jawabannya, sebuah papan nama bertuliskan identitas ibuku yang terletak di dekat tempat tidur, menyebutkan hasil diagnose untuk penyakit yang kini diderita ibu ialah darah tinggi akut.
Aku tidak habis pikir, ibu yang selama ini tampak sehat-sehat saja ternyata sedang menderita penyakit yang cukup parah. Sedih, bingung dan entah rasa apalagi yang terus berkecamuk di dalam benakku. Trenyuh, ketika melihat ibu menggunakan infuse, seakan tiada harapan lagi. “Yaa Allah, kenapa harus ibu yang merasakan sakit? Kenapa tidak aku yang selama ini hanya merepotkannya? Aku sungguh tidak tega ya Allah melihat ibu menderita.” Tanpa terasa menetes bulir-bulir bening dari sudut kelopak mataku.
Hari-hari selanjutnya aku habiskan bersama ibu, hanya waktu sekolah saja aku tinggalkan ibu dan meminta nenek atau tante (adik dari ibuku) untuk ganti menjaganya. Dan setiap usai jam sekolah aku akan kembali bersama ibu di ranjang besi. Bila waktunya makan, aku akan menyuapi dan membereskan kembali seperti halnya yang ibu lakukan terhadapku ketika aku kecil dulu. Bahkan aku pun membantu dan menjaga ibu saat berada di kamar mandi.
Tanpa terasa seminggu sudah ibu berada di rumah sakit, sedangkan kondisinya tidak menunjukkan adanya perubahan yang lebih baik, malahan kesehatannya kian memburuk. Pernah ibu mengalami kejang-kejang yang hebat ketika aku hendak menyelimutinya. Aku langsung menangis ketakutan dan memanggil suster. Sementara ibu langsung tak sadarkan diri.
Tiba-tiba, paman datang menjenguk dan berusaha untuk menghiburku. Kedatangan paman pada waktu yang tepat, karena aku sungguh tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan ia juga membawakan makanan dan langsung menyuruh aku makan. Akhirnya ibu dipindahkan ke ruangan intensive care unit (ICU), diruang ICU tersebut ibu dipakaikan berbagai alat; di antaranya alat buang air, alat pernapasan dan selang makan.
Setiap tiba waktu sholat wajib tiba, aku selalu tertib menunaikan sholat dan mendoakan kesembuhan untuk ibu. Aku tidak tega melihat kondisi ibu yang terbaring di ruang ICU. Aku ingin ibu dapat kembali berkumpul seperti semula, meski tanpa ayah. Aku belum sanggup hidup sebatang kara, kalau ibu pun menyusul ayah. Begitulah sekiranya doaku di setiap usai menunaikan sholat.
***
Aku terbangun dari tidur ketika seorang dokter menyebut sebuah nama. Aku langsung berlari menanyakan siapa yang dipanggil dokter tersebut. Jangan-jangan sesuatu telah terjadi pada ibuku. Ternyata dokter itu mengatakan ia sedang memanggil seorang pasien atas nama Suma, nama yang tidak terkait dengan ibuku sama sekali. Lega rasa hatiku.
Namun, rupanya itu adalah akhir dari kisah tentang ibuku. Tidak berselang lama, Allah memanggil ibu untuk kembali ke haribaan-Nya. Tepatnya pada tanggal 26 Mei 2009, ibuku meninggalkanku untuk selamanya. Allah menakdirkan lain meski aku telah berupaya memohonkan doa untuk kesembuhan ibuku. Semoga, ayah dan ibuku dapat berjumpa di tempat yang mulia di sisi Allah. Dan bagi segenap anak manusia, jangan pernah engkau menyia-nyiakan kedua orang tua selagi mereka masih hidup. Sungguh hidup sebatang kara di dunia itu bukanlah perkara yang mudah.

Oleh : (fslamri21@gmail.com)
Cerpen Kutaburkan Doa Untukmu Ibu