Suatu hari, senja baru saja menyembunyikan diri di ufuk barat. Ketika Abu membuka halaman facebook yang hampir seharian online tiada henti. Pada bagian pemberitahuan baru, Abu melihat sebuah tulisan menarik yang mendeskripsikan apa itu Kekuasaan, Kemuliaan dan Kehinaan. Cukup menarik pembahasan dari seorang novelis terkenal, Darwis Tere Liye dalam menjelaskan materi tersebut. berikut petikan yang Abu dapatkan tanpa sedikitpun modifikasi alias asli loooo...
Rasul Allah selalu berpikir yang terbaik untuk ummatnya. Tidak ada keraguan atas itu. Pemimpin yang paling mencemaskan kesejahteraan orang2 yang dipimpinnya adalah Rasul Allah. Maka, dalam suatu peristiwa, yang diriwayatkan Qatadah, Rasul Allah pernah memanjatkan permohonan agar dua kekuatan besar saat itu: Persia dan Romawi masuk dalam islam dan menjadi ummatnya kelak.
Tapi karena sejatinya tentu saja semua kekuasaan sesungguhnya berada di tangan Allah, maka turunlah firman Allah dalam Ali Imran 26. Sebuah kalimat yang sepertinya banyak orang tahu, pun seringkali dijadikan bacaan shalat, juga bacaan doa. Sebuah kalimat yang akrab di telingan kita.
Kalimatnya dalam bahasa Arab indah sekali. Here we go: quli allaahumma maalika almulki tu/tii almulka man tasyaau watanzi'u almulka mimman tasyaau watu'izzu man tasyaau watudzillu man tasyaau biyadika alkhayru innaka 'alaa kulli syay-in qadiirun.
Terjemahan doa tersebut adalah: Katakanlah (Muhammad): "Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapapun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Allah mengingatkan dalam ayat ini tentang hakikat kekuasaan, kemuliaan, dan kehinaan. Apapun itu, maka sungguh Allah yang berhak penuh menentukan urusan manapun. Mutlak. Maka, tidakkah ayat ini menjelaskan banyak hal bagi kita. Pemahamannya terus relevan hingga kapanpun. Ketika ada seseorang yang berkuasa, maka itulah ketentuan Allah, mudah saja bagi Allah mengangkat siapapun di muka bumi ini memiliki kekuasaan.
Ada tukang sapu yang menjadi presiden, ada pandai besi yang menjadi raja, pun yatim piatu miskin yang menjadi jenderal perang. Diantara penguasa2 itu, ada penguasa yang bertindak lurus dan amanah. Juga ada penguasa yang zalim nan aniaya. Apapun mereka, Allah yang memberikan kekuasaan tersebut, dan jelas, bagi penguasa yang penuh rasa syukur, dia akan paham detik kapanpun Allah berkehendak, kekuasaannya musnah bagai kabut disiram cahaya matahari pagi.
Bagi penguasa yang zalim, mungkin tidak akan masuk diakal dia--karena bahkan dia merasa segala sesuatu itu berkat hebatnya dia sendiri, merasa dialah pemilik kekuasaanya; tapi dia mau atau tidak menerima fakta tersebut, sekali Allah mengambil kekuasaannya, musnah sudah seluruh kekuasaannya bagai debu disiram air bah. Tak bersisa. Bahkan tidak diingat lagi oleh generasi berikutnya. Terhapus dalam memori sejarah.
Aduhai, pun sama penjelasannya, bagi siapapapun yang sekarang sedang memiliki kemuliaan, itu sungguh bukan karena kita mulia. Kita pintar, lantas disanjung2 orang sekampung, itu bukan kemuliaan milik kita. Kita tampan/cantik, lantas dipuji2 orang sekecamatan, sekali mengerling, satu RT terperangah, itu jelas bukan kemuliaan milik kita. Pun kita kaya raya, lantas orang lain membungkuk2 hormat, orang bisa diatur-atur, itu sungguh bukan kemuliaan kita. Mana ada rumusnya, kita terkenal, populer, keren, berpengaruh gara-gara kita. Nggak ada. Sampai kapanpun, hingga sepersejuta milipun, tidak ada. Itu sungguh kehendak Allah saja.
Maka, pahamilah situasinya, pahamilah hakikatnya, agar kita bisa selalu bersyukur. Karena bagi Allah, mudah saja mengambil semua kemuliaan itu, mencabutnya, lantas menyiram kita dengan seluruh kehinaan. Tiada sifat sombong yang bisa melekat pada manusia, sifat pongah, congkak, merasa lebih baik. Bahkan jika Allah tidak melakukannya langsung di muka bumi, seluruh kekuasaan, kemuliaan dan kehinaan itu akan diperhitungkan di hari penghabisan. Toh, sehebat, semulia apapun kita, tetap akan mati, kalah oleh waktu, jadi bagaimana mungkin kita merasa itu semua milik kita.
Itulah hakikat kekuasaan, kemuliaan dan kehinaan, ayat ini adalah doa, memang tidak langsung terlihat permohonannya, tapi menyerukan, menyadari hakikatnya, jelas berarti kita menyerahkan segala urusan kepada Allah. Wahai Allah, di tangan Engkaulah segala kebajikan, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
* By : Tere Lije
Rasul Allah selalu berpikir yang terbaik untuk ummatnya. Tidak ada keraguan atas itu. Pemimpin yang paling mencemaskan kesejahteraan orang2 yang dipimpinnya adalah Rasul Allah. Maka, dalam suatu peristiwa, yang diriwayatkan Qatadah, Rasul Allah pernah memanjatkan permohonan agar dua kekuatan besar saat itu: Persia dan Romawi masuk dalam islam dan menjadi ummatnya kelak.
Tapi karena sejatinya tentu saja semua kekuasaan sesungguhnya berada di tangan Allah, maka turunlah firman Allah dalam Ali Imran 26. Sebuah kalimat yang sepertinya banyak orang tahu, pun seringkali dijadikan bacaan shalat, juga bacaan doa. Sebuah kalimat yang akrab di telingan kita.
Kalimatnya dalam bahasa Arab indah sekali. Here we go: quli allaahumma maalika almulki tu/tii almulka man tasyaau watanzi'u almulka mimman tasyaau watu'izzu man tasyaau watudzillu man tasyaau biyadika alkhayru innaka 'alaa kulli syay-in qadiirun.
Terjemahan doa tersebut adalah: Katakanlah (Muhammad): "Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapapun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Allah mengingatkan dalam ayat ini tentang hakikat kekuasaan, kemuliaan, dan kehinaan. Apapun itu, maka sungguh Allah yang berhak penuh menentukan urusan manapun. Mutlak. Maka, tidakkah ayat ini menjelaskan banyak hal bagi kita. Pemahamannya terus relevan hingga kapanpun. Ketika ada seseorang yang berkuasa, maka itulah ketentuan Allah, mudah saja bagi Allah mengangkat siapapun di muka bumi ini memiliki kekuasaan.
Ada tukang sapu yang menjadi presiden, ada pandai besi yang menjadi raja, pun yatim piatu miskin yang menjadi jenderal perang. Diantara penguasa2 itu, ada penguasa yang bertindak lurus dan amanah. Juga ada penguasa yang zalim nan aniaya. Apapun mereka, Allah yang memberikan kekuasaan tersebut, dan jelas, bagi penguasa yang penuh rasa syukur, dia akan paham detik kapanpun Allah berkehendak, kekuasaannya musnah bagai kabut disiram cahaya matahari pagi.
Bagi penguasa yang zalim, mungkin tidak akan masuk diakal dia--karena bahkan dia merasa segala sesuatu itu berkat hebatnya dia sendiri, merasa dialah pemilik kekuasaanya; tapi dia mau atau tidak menerima fakta tersebut, sekali Allah mengambil kekuasaannya, musnah sudah seluruh kekuasaannya bagai debu disiram air bah. Tak bersisa. Bahkan tidak diingat lagi oleh generasi berikutnya. Terhapus dalam memori sejarah.
Aduhai, pun sama penjelasannya, bagi siapapapun yang sekarang sedang memiliki kemuliaan, itu sungguh bukan karena kita mulia. Kita pintar, lantas disanjung2 orang sekampung, itu bukan kemuliaan milik kita. Kita tampan/cantik, lantas dipuji2 orang sekecamatan, sekali mengerling, satu RT terperangah, itu jelas bukan kemuliaan milik kita. Pun kita kaya raya, lantas orang lain membungkuk2 hormat, orang bisa diatur-atur, itu sungguh bukan kemuliaan kita. Mana ada rumusnya, kita terkenal, populer, keren, berpengaruh gara-gara kita. Nggak ada. Sampai kapanpun, hingga sepersejuta milipun, tidak ada. Itu sungguh kehendak Allah saja.
Maka, pahamilah situasinya, pahamilah hakikatnya, agar kita bisa selalu bersyukur. Karena bagi Allah, mudah saja mengambil semua kemuliaan itu, mencabutnya, lantas menyiram kita dengan seluruh kehinaan. Tiada sifat sombong yang bisa melekat pada manusia, sifat pongah, congkak, merasa lebih baik. Bahkan jika Allah tidak melakukannya langsung di muka bumi, seluruh kekuasaan, kemuliaan dan kehinaan itu akan diperhitungkan di hari penghabisan. Toh, sehebat, semulia apapun kita, tetap akan mati, kalah oleh waktu, jadi bagaimana mungkin kita merasa itu semua milik kita.
Itulah hakikat kekuasaan, kemuliaan dan kehinaan, ayat ini adalah doa, memang tidak langsung terlihat permohonannya, tapi menyerukan, menyadari hakikatnya, jelas berarti kita menyerahkan segala urusan kepada Allah. Wahai Allah, di tangan Engkaulah segala kebajikan, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
* By : Tere Lije