IQROZEN ~ Islam secara tegas membenci siapa saja yang tidak berlaku jujur terutama dalam kehidupan sosialnya. Islam menilai orang-orang yang tidak jujur atau pendusta dengan serendah-rendahnya hingga tak bernilai sedikitpun. Allah SWT telah mengklasifikasikan orang-orang yang tidak jujur sebagai munafik dan munafik adalah bagian dari kaum yang kafir. Baca juga artikel sebelumnya tentang Pesan Rasulullah Kepada Para Istri Sholeha.
“Diantara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,” pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” [QS.2 Al-Baqarah :8-10]
Ayat Allah tersebut dengan jelas menyampaikan adanya azab bagi golongan orang yang tidak mengindahkan kejujuran dalam tingkah-laku kesehariannya. Mereka yang gemar berbohong sebenarnya memiliki penyakit yang cukup parah, maka obat yang paling mujarab adalah dengan kejujuran. Inilah yang sebagaimana pernah disampaikan Rasulullah SAW kepada para sahabat dan pengikutnya. Rasulullah bersabda, “Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa pada Surga.” [HR. Bukhari]
Picture by haerilhalim.wordpress.com |
Setidaknya ada 3 hal harus dilakukan karena merupakan dasar perilaku jujur dan berikut 3 bentuk perilaku menurut Imam al-Ghazali yang dapat dilakukan sebagai upaya menjaga kejujuran;
1. Jujur dalam Ucapan
Poin pertama ini tergolong gampang-gampang susah karena menjaga lisan adalah sesuatu yang sulit bila tidak melalui pembiasaan yang intensif. Tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan sekarang ini, begitu banyak perkataan yang bersifat gunjingan, gosip dan fitnah. Bahkan di beberapa media hiburan telah menjadi program yang dikomersilkan untuk meraup untung yang besar. Ironisnya, banyak masyarakat yang enjoy dan update dalam perkembangan acara tersebut.
Rasulullah SAW sebagai suri teladan umat hingga akhir zaman telah memberikan rambu-rambu dalam hal menjaga ucapan. Hal terpenting adalah menyampaikan kebaikan dalam setiap ucapan, namun apabila belum mampu maka sebaiknya diam. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari-Muslim)
2. Jujur dalam Berjanji
Berjanji sangat lumrah dilakukan siapa saja, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana menepati janji tersebut. Sebagian kita sepakat dengan istilah janji adalah hutang, maka barangsiapa yang berjanji wajib untuk menepatinya agar dirinya terbebas dari hutang. Hukum hutang sudah jelas, apabila tidak dilunasi di dunia maka kelak di akhirat mereka yang memiliki hutang akan ditagih juga.
Sikap jujur dalam berjanji tercermin dari perilaku yang senantiasa menepati janji apa pun itu yang telah dibuat atau diucapkannya. Dengan menepati janji diharapkan mendapat kebaikan dan pahala, serta dijauhkan dari murka Allah SWT. Sebagaimana firman dalam al-Qur’an, yang artinya: “… maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar.” [QS. Al-Fath 48: 10]
3. Jujur dalam Perbuatan
Inilah klimaks dari perjalanan hidup manusia di dunia ini, aqidah yang lurus tidak hanya dapat diukur dari tutur kata yang santun. Tetapi harus dapat diwujudkan dan mampu memberi manfaat bagi kehidupan umat di muka bumi ini. Jujur dalam perbuatan dapat ditunjukkan dengan melakukan sesuatu apa-adanya. Artinya, saat bertingkah-laku dirinya tidak berbasa-basi dan tidak menambah atau mengurangi hal apa pun.
Keyakinan kuat bahwa Allah akan mengiringi perlangkahan setiap hambanya sangat mempengaruhi sikap dan perbuatan seseorang. Hal ini dengan sendirinya akan membentuk kepribadian yang jujur, karena secara sadar dirinya yakin dalam melakukan perbuatan yang selalu disaksikan langsung oleh Allah SWT. Jujur dalam setiap tingkah-laku sangat diperlukan oleh seorang pemimpin dalam upaya mensejahterakan rakyat yang dikomandoinya.
Demikian sekiranya nilai kejujuran yang menjadi keharusan untuk kembali ditumbuh-kembangkan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Kejujuran sebagai akhlak mulia warisan para Aulia yang telah terbukti manfaat dan fadhilahnya. Maka sebagai umat beriman, marilah kita mengazamkan diri berupaya menerapkan tradisi sikap jujur, tradisi yang insha Allah mengantarkan kita menjadi bangsa yang bermartabat.
Artikel ini adalah sambungan postingan sebelumnya terkait REVITALISASI KEJUJURAN.