iqrozen.blogspot.com | Sejarah perjuangan bangsa telah menggoreskan tinta emas untuk mencatat betapa besar
dedikasi kaum ibu bagi kemerdekaan Indonesia. Lahirnya Dekrit Presiden No. 316
tahun 1959 yang berisi tentang penetapan 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional,
merupakan salah satu bukti adanya andil kaum perempuan terkhusus para ibu dalam
suksesi kemerdekaan bangsa ini. Momentum yang diawali dari pertemuan para
pejuang wanita pada Kongres Perempuan Indonesia ke-1 yang diselenggarakan di
Yogyakarta, 22-25 Desember 1928, telah menyatukan pikiran dan semangat kaum
perempuan seluruh Nusantara untuk turut berjuang merebut kemerdekaan bangsa.
Hal
penting yang dibahas kala itu di antaranya; mendorong persatuan perempuan
se-Nusantara dan memetakan peranan perempuan dalam perjuangan meraih
kemerdekaan, serta peningkatan harkat dan martabat perempuan Indonesia yang
berserikat di bawah bendera Ibu Pertiwi. Dengan kata lain, semangat Hari Ibu
pada intinya terletak pada bentuk-bentuk pemberdayaan kaum perempuan Indonesia.
Bukan sebaliknya, sekedar ungkapan cinta dan penghargaan kepada ibu yang
diungkapkan hanya sekali dalam setahun dengan simbolisasi penghormatan yang
juga nilainya tidak sepadan.
Tidak
terbantahkan lagi, bahwa peran ibu dalam mewarnai karakter pribadi anak manusia
sangat dominan. Artinya, pengkaderan generasi manusia sehingga dirinya menjadi
umat yang bermoral dan beradab terletak di tangan kaum ibu. Pentingnya
pendidikan anak di waktu kecil merupakan sumbangsih utama bagi terwujudnya
masyarakat suatu negara yang berideologi kuat dan berkarakter mulia. Sifat ibu
yang lemah lembut, penuh cinta dan perhatian merupakan sifat yang sangat cocok
untuk mendidik dan mengasuh anak dengan penuh kasih sayang. Apabila peranan ibu
tersebut dapat terselenggara dengan maksimal, bukan hal yang sulit untuk
menemukan pemimpin-pemimpin yang memiliki akhlak karimah di negeri ini.
Selain
itu, urgensi peranan ibu dalam mengkader generasi unggul calon pemimpin bangsa
dapat dilihat dari hasil Kongres Perempuan Indonesia yang ke-2 pada tahun 1935
di Jakarta. Kongres tersebut disamping berhasil membentuk Badan Kongres
Perempuan Indonesia, juga menetapkan fungsi utama Perempuan Indonesia sebagai
Ibu Bangsa, yang berkewajiban menumbuhkan dan mendidik generasi baru, yang
lebih menyadari dan lebih tebal rasa kebangsaannya.
Di
sinilah fungsi utama Perempuan Indonesia sebagai the first teacher bagi
proses pendidikan generasi bangsa ini menuju masyarakat yang berperadaban
agung. Karena hanya ibu yang berkesempatan pertama kali mendesain dan
menanamkan karakter unggul dalam diri anak-anaknya sejak masih dalam kandungan.
Sungguh besar kontribusi kaum ibu dalam mempersiapkan masa depan suatu bangsa,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yang artinya: “Wanita itu tiang negara, dan
jika baik wanitanya maka jayalah negara tersebut. Sebaliknya jika buruk
wanitanya maka hancurlah negara tersebut.”
Hakikat
Mother’s Day di Indonesia harus terbebas dari paganisme seperti halnya
yang terjadi pada peringatan Mother’s Day di sebagian negara Eropa dan
Timur Tengah. Dimana, peringatan Mother’s Day bersumber dari pengaruh
kebiasaan nenek moyang pada waktu tertentu untuk memuja Dewi Rhea (istri Dewa
Kronus) dan ibu para dewa dalam sejarah Yunani kuno (Wikipedia). Seharusnya,
spirit peringatan Mother’s Day menjadi motivasi bagi setiap anak manusia
untuk memuliakan perempuan-perempuan yang telah melahirkannya tanpa
mendiskriminasikan hari-hari yang lain.
Berbicara
soal kemuliaan ibu, Islam dengan tegas memerintahkan kepada seluruh umat
manusia untuk mengabdikan diri kepada ibu dan bapak di samping ia menghambakan
diri kepada Allah. Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an surat Luqman
[31] ayat ke-14, yang artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada ibu bapakmu; hanya kepada-Ku engkau akan kembali.”
Firman
Allah SWT berikutnya menyampaikan penghargaan terbaik wajib diberikan kepada
ibu karena penderitaannya ketika mengandung dan melahirkan anak manusia. Allah
SWT berfirman, ”Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada
kedua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula)…” (QS. Al-Ahqaaf [46]: 15).
Dari
kedua ayat tersebut dapat dipahami jika perintah memuliakan ibu adalah sebuah
keniscayaan. Apabila dirinya mampu menafakurkan Kalimatullah tersebut,
dengan sendirinya manusia yang beriman akan senantiasa berikhtiar untuk
memuliakan dan menyayangi ibunya sepanjang hayat. Bentuk tanggung jawab ini
tidak hanya berupa mencukupi kebutuhan ibu dari segi materi saja, namun anjuran
Allah berlanjut hingga ketika seseorang sedang bermunajat dengan Allah pun
diperintahkan untuk mendoakan kebaikan bagi kedua orang tua. “Wahai Tuhanku!
Sayangilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah menyayangi aku
semenjak kecil.”
Ada
sebuah kisah hikmah dari hadis Rasulullah SAW terkait penghargaan Beliau
terhadap seorang ibu. Suatu hari, seorang pria datang dan bertanya kepada
Rasulullah, “Siapa yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?”
Rasul pun menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian
siapa lagi?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu kembali
bertanya, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Pria
itu terus bertanya, “Lalu siapa lagi?” Rasulullah pun
menjawab, “Kemudian ayahmu.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Kewajiban
Anak Manusia
Bila
harus menuliskan seberapa besar jasa dan kasih sayang ibu yang selama ini
tercurah kepada anak-anaknya, tentu akan memerlukan ruang dan waktu yang
pastinya cukup banyak. Dan, tulisan ini tidak bermaksud mendoktrin siapapun
untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang anak pada ibunya hanya pada saat
akhir tahun yang bertepatan dengan momentum Hari Ibu Nasional. Penulis
mencoba untuk menderivasikan starting point yang termuat dalam Kongres
Perempuan Indonesia yang menjadi cikal bakal adanya peringatan Hari Ibu
Nasional di negara tercinta ini. Salah satu poin utama dari peringatan Hari Ibu
Nasional adalah membangkitkan kesadaran diri akan kewajiban kita terhadap
kedua orang tua terutama sang ibu.
Sudah
menjadi kewajiban seluruh umat manusia untuk berbakti kepada ibu jika dirinya
sadar bahwa kehadirannya di muka bumi ini harus melalui rahim ibu. Kewajiban
inilah yang mendorong masing-masing kita untuk berikhtiar dalam berbuat baik
pada kedua orang tua kapan dan di manapun. Imam An Nawawi Rahimahullah berkata,
“Berbakti kepada keduanya adalah (dengan) berbuat baik kepada keduanya,
mengerjakan yang bagus dan menyenangkan keduanya. termasuk di dalamnya berbuat
baik kepada teman keduanya”. Hal ini dijelaskan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin bahwa berbakti kepada keduanya
adalah berbuat baik kepada keduanya dengan perkataan, perbuatan dan harta
sesuai dengan kemampuan (Riyadhush Sholihin).
Kewajiban
merawat dan mengurus orang tua adalah pekerjaan amat mulia yang dikategorikan
oleh Rasulullah SAW sebagai amalan yang sama dengan pahala berjihad di medan
perang. Kisah teladan terjadi dimana seorang lelaki datang kepada Rasulullah
seraya berkata, “Wahai Rasul Allah!
Saya muda dan kuat, siap bertindak dan berbakti, dan ingin sekali pergi ke
medan jihad untuk kemajuan Islam! Tetapi, ibu saya tidak membiarkan saya
meninggalkannya untuk pergi berperang.”
Rasulullah bersabda, “Pergilah tinggal bersama ibumu. Saya bersumpah kepada
Tuhan yang memilih saya sebagai Nabi bahwa pahala yang engkau dapatkan untuk
melayaninya meskipun hanya semalam, dan membahagiakannya dengan kehadiranmu,
jauh lebih besar dari pahala perang jihad selama satu tahun.”
Demikian
besar pahala berbakti kepada kedua orang tua, sehingga
Rasulullah sangat
melarang
berkata kasar atau mencaci mereka dan
melukai hatinya. Rasulullah SAW bersabda, “Termasuk dosa besar adalah
seseorang mencaci maki orang tuanya.” Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah,
apa ada orang yang mencaci maki orang tuanya?” Beliau menjawab, “Ada.
Dia mencaci maki ayah orang lain kemudian orang tersebut membalas mencaci maki
orang tuanya. Dia mencaci maki ibu orang lain, lalu orang itu membalas mencaci
maki ibunya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dalam
keterbatasan apapun, seorang anak tetap memiliki kewajiban terhadap kedua orang
tuanya. Apabila tidak mampu memberi atau berbuat kebaikan kepada ibu dan bapak,
maka diperintahkan untuk senantiasa mendoakan mereka. Mendoakan orang tua
adalah suatu kewajiban bagi setiap hamba-Nya. Firman Allah dalam al-Quran yang
membahas tentang kewajiban anak mendoakan kedua orang tuanya termaktub dalam
surat Ibrahim ayat 41, surat Al-Israa’ ayat 24 dan surat Nuh ayat 28.
Kesimpulannya,
peringatan Hari Ibu Nasional sebaiknya tidak terhenti pada upacara simbolis
atau ritual tahunan semata. Semangat memuliakan ibu perlu berlandaskan pada
keimanan kepada Allah SWT dan tingginya rasa tanggung jawab sebagai seorang
anak yang dilahirkan. Sehingga, adanya peringatan Hari Ibu Nasional tiap
tahunnya selalu menjadi sarana evaluasi untuk menambah kualitas kita dalam
berbakti kepada ibu dan bapak di setiap masa. Semoga tulisan ini dapat
mewakilkan apresiasi seorang anak kepada ibu di seluruh penjuru negeri sampai
kapanpun meski sebatas tulisan. Mom, We love you full!!!......