iqrozen.blogspot.com | Tinta emas sejarah perjuangan bangsa Indonesia turut mencatat peran
penting pemuda dalam mewujudkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Ikrar sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928 merupakan pilar
pemersatu gerakan pemuda di seluruh tanah air untuk merebut kemerdekaan
bangsa ini. Sederet nama-nama pemuda, diantaranya; Chairul Saleh, Djohar
Nur, Subadio, Sidik Kertapati, A.M Hanafie, Wikana, Sukarni, Suroto
Kunto dan lainnya, adalah representasi dari gerakan kaum muda yang telah
mendesak Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera memproklamirkan
Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Tidak
berlebihan rasanya ketika seorang proklamator kemerdekaan Indonesia, Ir.
Soekarno menyatakan, “Berikan aku 10 pemuda, niscaya kuguncangkan
dunia.” Pernyataan yang bersinergi dengan karakteristik pemuda sebagai
agen of change. Dengan semangatnya yang menggebu-gebu dan pola pikir
yang kritis, sangat memungkinkan kaum muda untuk melakukan perubahan
secara sistemik. Faktanya, perubahan sosial politik dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara sering dipelopori oleh gerakan pemuda.
Sungguh,
masa muda merupakan jenjang kehidupan yang paling optimal untuk
diberdayakan. Kematangan jasmani, perasaan dan akalnya mendorong
kepekaan yang tinggi terhadap dinamika kehidupan di sekitarnya.
Pemikiran yang kritis dan gerakannya yang dinamis merupakan tabiat
khusus pemuda idealis dambaan ummat. Maka, pemuda harus mampu menjadi
motor penggerak kemajuan ummat ketika melakukan proses pembangunan di
segala bidang. Karena, tongkat estafet peralihan suatu peradaban
terletak di pundak pemuda. Dan, baik atau buruknya kehidupan ummat kelak
sangat bergantung pada kondisi pemuda saat ini.
Ironisnya,
dewasa ini pemuda disandera untuk tidak kritis dan ikut mencampuri
urusan yang sudah menjadi bagian dari diri pemuda itu sendiri. Bahkan,
hari ini pemuda hanya dijadikan tameng kapitalisme dan dibuat tidak
mampu bertanya tentang apa yang diperjuangkan dalam hidupnya. Pemuda
kini hanya sibuk mengurusi hal-hal yang bersifat retorika dan dialektika
semata, kemudian dibungkam dengan berbagai simbol gratifikasi.
Sedihnya, hingga detik ini masih banyak pemuda yang belum sadar jika
dirinya hanya dijadikan boneka oleh kaum pemuja kapitalis.
Bahayanya
lagi, generasi pemuda yang dilahirkan dari pendidikan kapitalistis
hanya bersifat hedonis, apatis, apolitis, egois, memiliki mentalitas
rendah, dan sifat-sifat terhinakan yang keluar dari jalur pemuda sebagai
agen perubahan. Selain itu mereka juga pragmatis dan cenderung
permisif. Tawuran, kejahatan seksual (free sex), penyimpangan orientasi
seksual (lesbian, gay, biseksual dan transgender) menjadi bukti
demoralisasi yang saat ini marak terjadi di kalangan remaja dan pemuda.
Oleh karena itu, ummat manusia dewasa ini begitu membutuhkan pemuda yang
sebenar-benarnya pemuda.
Sekedar merefleksi kehidupan
beberapa generasi hebat dan berideologi kuat yang pernah lahir di era
globalisasi. Mulai dari Hasan al-Banna (1906-1949) yang telah hafal
al-Qur’an pada awal masa remaja dan beliau mendirikan organisasi
Ikhwanul Muslimin di Mesir pada tahun 1928 ketika umurnya baru dua puluh
dua tahun. Kemudian Taqiyuddin al-Nabhani (1909-1977), pendiri Hizb
al-Tahrir, telah hafal al-Qur’an pada awal usia belasan tahun.
Berikutnya Said Nursi (1878-1960), seorang ulama dan Sufi asal Kurdi,
yang telah menguasai berbagai ilmu dasar Islam sejak usia belia. Ada
lagi seorang Abul A’la al-Maududi (1903-1979) di Pakistan yang telah
menjadi jurnalis pada usia lima belas tahun dan telah memimpin sebuah
harian di usia tujuh belas tahun. Pertanyaannya, tidakkah kita
merindukan pemuda yang demikian?
Ayat-ayat untuk Pemuda
Al-Qur’an
sebagai pedoman hidup umat Islam telah banyak berisi kisah hikmah
terkait karakteristik pemuda yang sesungguhnya. Allah SWT berfirman,
“Kami ceritakan kisah me¬reka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya.
Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pe¬muda yang beriman kepada Tuhan
mereka dan Kami tambah¬kan kepada mereka petunjuk; dan Kami telah
meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka mengatakan:
“Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru
Tuhan selain Dia, se¬sungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan
perkataan yang amat jauh dari kebenaran” (QS. Al-Kahfi: 13-14).
Berdasarkan
ayat-ayat tersebut, pemuda dalam Islam diartikan sebagai sosok individu
yang visioner, revolusioner, memiliki moralitas dan integritas yang
hanya disandarkan atas dasar keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta
senantiasa memperjuangkan kehidupan ini ke arah yang lebih baik.
Pemuda-pemuda yang dimaksud ayat tersebut juga mampu menjaga dirinya
dari perilaku rendahan, sebaliknya mereka melakukan perbuatan-perbuatan
mulia yang membawa perubahan besar dan mengukir sejarah sehingga
dikenang sepanjang zaman.
Coba simak kisah heroik yang
cukup populer dalam sejarah kejayaan Islam, dimana seorang Muhammad
Al-Fatih yang saat itu berumur 21 tahun telah mampu membebaskan
konstantinopel. Selain itu, Al-Fatih juga mampu meruntuhkan imperium
Romawi Timur, sebagaimana janji Rasulullah SAW dalam hadisnya, “Kota
Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya
adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya
adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hambal Al-Musnad 4/335].
Dan
masih banyak kisah-kisah pemuda ideal yang keberadaannya sangat
dirindukan ummat di setiap masa. Kedatangan mereka membawa keberkahan
dan kebaikan bagi ummat karena keimanannya kepada Allah pemilik semesta
alam. Rasulullah SAW telah bersabda dalam sebuah hadisnya, “Ada tujuh
golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari yang tiada naungan
kecuali naungan-Nya,” Lalu Beliau menyebutkan di antaranya, “Seorang
pemuda yang tumbuh dalam penyembahan kepada Rabbnya.”
“Pertama,
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu,
tanah Indonesia. Kedua, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku
berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ketiga, Kami putra dan putri
Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
Demikian
sekiranya isi dari Sumpah Pemuda yang merupakan sumpah setia hasil
rumusan Pemuda-Pemudi Indonesia atau dikenal dengan Kongres Pemuda II,
yang dibacakan pada 28 Oktober 1928. Selanjutnya setiap tahun, tanggal
ini kemudian diperingati sebagai "Hari Sumpah Pemuda". Rumusan Sumpah
Pemuda tersebut ditulis Muhammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr.
Sunario, tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah tersebut
awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar
oleh M. Yamin.
Mestinya, sumpah yang terucap dari
seseorang terlebih-lebih dia pemuda harus menggagas nasionalisme dalam
dirinya dan meningkatkan kesetiaannya yang tidak terbatas pada suatu
masa saja. Contohnya para pejuang terdahulu, yang diantaranya
Diponegoro, M. Natsir, Agus Salim, Bagus Hadikusumio, Kasman
Singodimedjo telah bersumpah untuk terus berjuang melawan penjajah.
Perjuangan mereka tidak sekedar demi kemerdekaan diri pribadi atau
golongannya saja, namun perjuangan demi nilai-nilai kebenaran dalam
membela bangsa dengan menegakkan asas ke-Tuhan-an diatas segalanya.
Hal
ini bersinergi dengan makna sumpah itu sendiri, sebagaimana dijelaskan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa arti sumpah adalah
pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan dan
disertai tekad yang kuat untuk menunaikan sumpah itu. Inilah yang juga
harus dilakukan pemuda, mereka harus berani dan ikhlas bersumpah untuk
tetap teguh memegang dan mempertahankan jati dirinya sebagai the real
agent of change. Maka, bersumpahlah menjadi pemuda-pemudi yang ikhlas
mewakafkan kehidupannya demi tegaknya peradaban mulia.
Kesimpulannya,
semangat sumpah pemuda yang telah dideklarasikan hampir satu abad
lamanya harus mampu diderivasikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara sampai kapanpun dan dimanapun. Nilai-nilai sumpah yang
menyatukan visi dan mempersaudarakan ummat akan menjadi kekuatan besar
dalam menjaga bumi Allah dari kerusakan akibat ulah penjajahan apapun
modelnya. Semoga, akan segera lahir pemuda-pemudi generasi hebat yang
mempunyai ibroh luar biasa dalam perjuangannya menyelamatkan ummat.
Generasi yang sanggup memimpin dan membawa ummat, khususnya di
Indonesia, agar lebih progresif dengan memegang teguh prinsip-prinsip
iman menuju peradaban Madani.