IQROZEN | ANCAMAN BERAT BAGI PEMIMPIN ZALIM. Artikel sederhana ini sempat dimuat HIDCOM dan BATAM POS. Sekedar untuk arsip dan nasehat bagi diri pribadi maka tulisan ini Abu posting di blog IQROZEN. Silakan lihat juga postingan tentang Inilah Opini Religi di Koran Batam Pos.
Setiap manusia adalah pemimpin, baik itu pemimpin bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Presiden adalah pemimpin bagi seluruh rakyat di negerinya. Suami adalah pemimpin bagi istri dan anak-anaknya. Istri adalah pemimpin rumah tangga jika suaminya telah tiada. Pembantu adalah pemimpin yang mengatur dan menyediakan kebutuhan tuannya, demikian seterusnya. Pada intinya, masing-masing kita adalah pemimpin yang memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Setiap manusia adalah pemimpin, baik itu pemimpin bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Presiden adalah pemimpin bagi seluruh rakyat di negerinya. Suami adalah pemimpin bagi istri dan anak-anaknya. Istri adalah pemimpin rumah tangga jika suaminya telah tiada. Pembantu adalah pemimpin yang mengatur dan menyediakan kebutuhan tuannya, demikian seterusnya. Pada intinya, masing-masing kita adalah pemimpin yang memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Kewajiban sebagai pemimpin
adalah mengayomi orang-orang yang mengikutinya, berbuat adil kepada semua yang
dipimpinnya, serta mencegah terjadinya kemunkaran di muka bumi ini. Dan setiap
kewajiban harus dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta kehidupan ini. Sebenarnya, amanah yang kita emban
sebagai khalifah di muka bumi cukup berat. Sampai-sampai langit, gunung,
lautan dan lainnya tiada yang sanggup menerima amanah tersebut. Hanya manusia
yang berani dan siap ditunjuk menjadi pengelola bumi ini demi kemaslahatan
umat-Nya.
Sayangnya, banyak manusia di
sekitar kita yang ingkar atas amanah yang telah ia dapatkan. Banyak pemimpin
yang mengabaikan hak-hak rakyatnya, tidak jarang suami yang menganiaya istri
dan anaknya, serta tak terhitung jumlah istri yang telah menghianati suaminya.
Inilah sebagian fakta yang tidak dapat kita pungkiri, karena sering terjadi di
depan ‘batang hidung’ kita. Akibatnya, sejumlah ketidak-adilan dan kezaliman
menjadi tradisi yang turun-temurun di setiap generasi umat manusia.
Maraknya kekerasan,
pembantaian, pertikaian dan perilaku kriminal lainnya menjadi indikasi jika
umat manusia hingga detik ini belum memiliki jiwa kepemimpinan yang adil lagi bijaksana. Karena pemimpin yang adil
selalu menerapkan aturan kepada siapa saja tanpa ‘pandang bulu’, sementara
pemimpin yang bijak akan memanfaatkan kekayaan alam untuk kesejahteraan umat
manusia. Logikanya, jika umat sudah hidup adil dan sejahtera, buat apa mereka
melakukan tindak kejahatan? Toh, semua yang dibutuhkan sudah mereka dapatkan
sesuai porsinya.
Fenomena yang ada, teramat
banyak manusia yang hanya mementingkan diri atau kelompoknya sendiri. Sehingga
mereka dengan rakusnya menilap hak-hak orang lain demi memenuhi ambisinya. Tak
terhitung jumlah pemimpin-pemimpin yang berbuat kejam terhadap para bawahan
atau pengikutnya. Dan yang sedang marak beberapa dekade belakangan ini, banyaknya
oknum penguasa pemerintahan yang telah menelantarkan rakyatnya selama ia
menduduki kursi jabatannya. Krisis kepemimpinan yang berkepanjangan tersebut
telah melanda banyak negeri, termasuk negeri kita tercinta Indonesia.
Carut-marutnya sistem
pendidikan nasional, tingginya harga bahan-bahan pokok, mahalnya biaya
kesehatan, centang-perenangnya roda pemerintahan penyebab lemahnya hukum dan meningkatnya
tindak kriminal. Serta ketidak-adilan lainnya menjadi bukti bahwa sebagian
besar pemimpin bangsa ini telah melalaikan kewajibannya. Alhasil, mayoritas
kehidupan rakyat di tanah air ini masih berkutat dengan kemiskinan dan
keterbelakangan.
Lalu, dimanakah akar
permasalahannya? Inilah yang harus segera kita uraikan agar kezaliman di muka
bumi, khususnya di Indonesia dapat segera berakhir. Kita semua tentu sudah
bosan mendengar kasus pencabulan, perkosaan, kerusuhan, tawuran pelajar,
pertikaian berkepanjangan, peperangan dan pembantaian. Saatnya kini, semua itu
segera dihapuskan dan digantikan menjadi kehidupan yang adil, sejahtera, aman dan
sentosa.
Sebagai makhluk yang telah
dipercaya mengelola bumi beserta isinya, jiwa kepemimpinan dalam diri setiap
kita harus ditumbuh-kembangkan. Kepedulian terhadap hak-hak orang lain
merupakan salah satu landasan dalam memimpin, baik itu memimpin diri sendiri
maupun memimpin orang lain. Jika setiap individu mampu tampil sebagai pemimpin
yang adil lagi peduli, tidak mustahil kehidupan umat manusia mencapai titik
kedamaian.
Anjuran bagi setiap pemimpin
khususnya para pemimpin rakyat, agar melaksanakan kewajibannya dan menunaikan hak-hak rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin harus
bersungguh-sungguh dalam membimbing pengikutnya untuk meraih ridha Allah
semata. Sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an, yang artinya, ”Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS
an-Nahl [60]: 90).
Sebaliknya, peringatan tegas
kepada para pemimpin yang zalim berupa kesulitan-kesulitan dan ancaman siksaan
baik di dunia maupun di akhirat. Tidak hanya pemimpin rakyat, siapaun yang
berbuat kezaliman kepada orang lain, dirinya dilarang Allah memasuki surga-Nya.
Rasulullah SAW bersabda, artinya, “Apabila ada hamba atau pemimpin yang diamanahi
mengurusi umat lalu ia tidak berusaha keras untuk membantu dan tidak pula
menasehati umatnya, maka Allah mengharamkan surga baginya.” (Riwayat Muslim).
Perintah kepada para pemimpin
agar tidak berbuat kejam dan zalim kepada rakyatnya merupakan pilar membangun
suatu bangsa. Kezaliman yang dimaksud diantaranya penindasan dan perampasan
hak-hak rakyat. Pemimpin juga diperintahkan untuk menyeru dan mencegah terjadinya
perbuatan munkar. Bukan hanya diam melihat keterpasungan rakyatnya dalam
penderitaan, sementara dirinya hidup dalam kemewahan.
Bahkan, Rasulullah SAW pernah
berdoa, yang artinya, “Ya Allah, barangsiapa yang memegang urusan umatku
(memimpin rakyat) lalu ia bersikap kejam, maka kejamilah dirinya. Dan barang
siapa memegang urusan umatku dan ia bersikap sayang, maka sayangilah dirinya.”
(Riwayat Muslim).
Pelajaran dari hadis tersebut
diantaranya; Rasulullah meminta kepada Allah untuk memberi balasan yang setimpal
kepada apa yang telah dilakukan para pemimpin. Selain itu, bentuk perhatian
Rasulullah kepada urusan umat menjadi teladan bagi kita semua dalam
melaksanakan tugas sebagai seorang pemimpin. Jangankan kepada rakyat, hidup bertetangga saja kita
diperintahkan untuk saling peduli dan saling memperhatikan.
Menjadi seorang pemimpin
tidak semestinya meninggalkan kesederhanaan dan kepedulian terhadap orang lain.
Pemimpin yang bijak tentu akan berlaku santun kepada siapa saja, terlebih-lebih
kepada orang yang mengikutinya. Dalam hal ini, Allah telah memerintahkan kepada
setiap pemimpin untuk merendahkan diri di hadapan rakyat atau orang yang dipimpinnya, terutama
orang-orang yang beriman. (QS. Asy-Syuara: 215).
Rakyat Wajib Mengingatkan
Manusia adalah makhluk yang
bergelimang dosa. Wajar jika kemudian ada orang, baik itu pemimpin atau bukan pemimpin yang pernah berbuat kesalahan. Namun, tidak
dibenarkan jika kesalahan itu menjadi suatu kebiasaan dan menyengsarakan orang
banyak. Lumrah ada pemimpin yang khilaf sehingga menyakiti hati rakyatnya,
asalkan pemimpin itu segera sadar diri dan memperbaiki kesalahannya itu.
Apabila ada pemimpin yang
tetap melakukan kesalahan, wajib bagi rakyat memperingatkannya. Dalam hal
kebaikan, semua manusia memiliki kewajiban yang sama untuk saling mengingatkan,
tanpa harus membedakan usia maupun jabatan. Allah berfirman dalam al-Qur’an
surat al-Ashr ayat ke-3, yang artinya, “…dan saling menasehati agar kalian mentaati
kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Di dalam hadisnya, Rasulullah
juga menjelaskan ketika ada pemimpin yang buruk dan zalim, maka kita dilarang
menjadi bagian dari kezaliman itu. Jika ada
pemimpin yang mengajak dan memerintahkan perbuatan maksiat, kita harus
menolaknya dengan santun dan semampunya mengingatkan pemimpin tersebut untuk
kembali pada kebaikan. Sebagaimana pesan Rasulullah kepada Ubaidillah bin Ziyad
yang kemudian diteruskan kepada anaknya, Aidz bin Amr RA.
Sungguh, sebaiknya-baiknya
umat yang saling mencintai. Pemimpin mencintai rakyatnya dan rakyat mencinta
pemimpinnya. Pemimpin selalu mendoakan kesejahteraan untuk rakyatnya dan rakyatnya mendoakan kebaikan untuk
pemimpinnya. Maka, sikap saling peduli inilah
yang akan menumbuhkan rasa cinta, kasih sayang, keamanan dan ketentraman. Pertanyaannya, bolehkah rakyat
memberontak kepada pemimpinnya? Jawabnya, Rasulullah melarang pemberontakan
kepada pemimpin yang masih melaksanakan shalat sesuai syari’at-Nya.
Kesimpulannya
Menjadi pemimpin merupakan
fitrah manusia yang telah dibawanya sejak manusia itu lahir ke dunia fana ini. Hanya
saja, perkembangannya tergantung pada potensi masing-masing individu. Apakah
dirinya mampu menjadi pemimpin umat, atau hanya menjadi pemimpin bagi orang
disekitarnya, bahkan hanya mampu memimpin dirinya sendiri, itu semua terletak
dalam bakat setiap manusia. Bersyukurlah mereka yang telah mampu dan diberi amanah mengurusi kepentingan umat, serta memiliki kekuasaan untuk mengatur dan
membuat kebijakan publik.
Orang yang diamanahi menjadi
pemimpin rakyat akan mendapat peluang besar meraih surga, apabila dirinya mampu
menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya. “Sesungguhnya, orang-orang yang
berbuat adil kelak di sisi Allah berada di atas mimbar-mimbar cahaya.
Orang-orang yang berbuat adil dalam keputusannya, adil terhadap keluarga dan
dalam kepemimpinannya.” (Riwayat Muslim).
Rasulullah juga telah
menjelaskan, diantara penghuni surga adalah terdapat orang-orang yang memiliki
kekuasaan lalu berbuat adil, orang yang memiliki sifat penyayang kepada
keluarga dan setiap orang disekitarnya, serta orang yang menanggung beban keluarga
dan banyak orang lainnya namun dirinya tidak mau hidup meminta-minta. Termasuk
meminta atau menerima gratifikasi dan sejenisnya.
Pada akhirnya, apabila
masing-masing orang dalam kepemimpinannya secara sadar dan ikhlas memberikan apa
yang menjadi hak orang lain, maka tidak akan terjadi yang namanya korupsi. Karena
perilaku korup hanya dipraktekan oleh pemimpin-pemimpin yang tidak mempedulikan hak orang banyak, mereka hanya mementingkan diri atau
golongannya sendiri. Marilah kita tumbuhkan jiwa kepemimpinan yang dapat mengayomi seluruh
umat manusia.