Sejarah Berdirinya Hidayatullah Batam

iqrozen.blogspot.com | Kiprah gerakan dakwah Hidayatullah Batam dimulai pada tahun 1993 ketika ustadz Chusnul Chuluk, ketua Hidayatullah Medan, menugaskan ustadz Abdurrahman Sutikno untuk membuka cabang Hidayatullah Batam. Meskipun hidup di Batam dengan harus menumpang di rumah orang, bahkan harus berpindah dari masjid ke masjid, ustadz Abdurrahman tetap istiqomah menjalankan amanah untuk mendirikan Hidayatullah cabang Batam. Lihat Profil Sekolah Boarding Hidayatullah Khusus Putri

Seiring pergeseran waktu, majalah Suara Hidayatullah yang beredar di wilayah Batam terus menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Berkat kerja keras ustadz Abdurrahman dan ustadz Abdul Aziz, oplah majalah kala itu telah mampu mencapai 1.200 eksemplar. Hal ini yang mendorong manajemen Suara Hidayatullah mengutus ustadz Burhanuddin ke Batam untuk lebih mengembangkan peredaran majalah Suara Hidayatullah di kawasan Batam dan sekitarnya. Bertambahlah jumlah aktivis Hidayatullah yang berjuang dan berdakwah di Batam, Kepulauan Riau. 

Sejarah Awal Perkembangan Hidayatullah Batam

Pada akhir 1997, tepatnya pada 15 Desember 1997, kembali aktivis Hidayatullah mendarat di tanah Melayu tersebut. Mereka adalah pasangan pengantin yang baru saja mengikuti pernikahan mubarakah 100 pasang di Gunung Tembak, Balikpapan. Adalah ustadz Jamaluddin Nur dan ustadzah Ummu Kaltsum Kadir yang dipercaya untuk lebih memperkuat dan melebarkan kepak sayap dakwah Hidayatullah di wilayah Batam, Kepulauan Riau.
Silakan Download juga Video Sejarah Pendirian Pondok Pesantren Hidayatullah, klik di SINI
Sejarah Awal Perkembangan Hidayatullah Batam
Ust. Jamaluddin Nur
Awalnya, ustadz Jamal (panggilan akrab ustadz Jamaluddin Nur) dan istrinya hidup numpang di rumah kontrakan milik ustadz Burhanuddin, yang terletak di perumahan Sagulung, Batu Aji. Karena sewa rumah tersebut ‘masa aktifnya’ sisa empat bulan lagi, ustadz Jamal pun harus keliling mencari kontrakan baru. Sampailah beliau di kawasan Tiban II dan bertemu H. Khalid yang menawarkan rumahnya untuk ditempati sementara waktu oleh ustadz Jamal beserta istri tercintanya.

Di kawasan Tiban inilah manajemen dakwah Hidayatullah Batam mulai terselenggara baik secara administrasi, dakwah maupun pendidikan. Ustadz Jamaluddin Nur semakin gencar berdakwah dan semakin banyak undangan untuk mengisi ceramah. Sementara istrinya, terus membina anak-anak TPA di mushola yang jumlahnya terus bertambah. Hal ini juga diperkuat dengan semarak pengajian ibu-ibu setempat oleh ustadzah Ummu Kaltsum, istri ustadz Jamal.

Karena melihat kemampuan ustadz Jamal yang sangat menonjol terutama dalam berceramah, ditambah keahliannya bersosialisasi kepada masyarakat dan kemampuan melobi pemerintah, ustadz Burhanuddin pun menyerahkan jabatan ketua Hidayatullah Batam yang diembannya kepada ustadz Jamal. Mulai saat itu, ustadz Jamaluddin Nur pun didaulat sebagai ketua Hidayatullah Batam hingga saat ini.

Demikianlah superioritas dakwah Hidayatullah Batam diawal perlangkahannya. Kerja keras yang dibalut ketaqwaan sudah barang tentu akan menghasilkan product yang luar biasa. Wajar apabila jargon “Tiada syahadat tanpa kreasi, tiada kreasi tanpa produksi dan tiada produksi tanpa kemenangan” menjadi platform gerak dakwah ustadz Jamal. Inilah sekiranya yang senantiasa menyertai spirit ustadz Jamaluddin Nur dalam menakhodai Hidayatullah Batam hingga detik ini.

Sumber : Buku Mendayung di Samudera Wahyu (by Jamaluddin Nur, 2013)