iqrozen.blogspot.com | Heran, itulah yang berkecamuk dalam benak ini ketika mendapati berita bahwa Kerohanian Islam (Rohis) di-judge sebagai sarang pengkaderan teroris. Entah dari mana sumbernya atau statement siapa, nyatanya Metro-TV sebagai media publik telah menyimpulkan skema pembinaan teroris melalui Rohis kemudian menayangkannya berulang-ulang. Sangat disayangkan karena secara tidak langsung pemberitaan tersebut meneror mental kami sebagai aktivis dakwah, yang mana selama ini kami senantiasa turut andil dalam membina perkembangan moral remaja menjadi lebih baik. Lalu, siapa sebenarnya si penyebar berita yang meresahkan itu (dalam hal ini bisa dibilang teroris)?
Herannya lagi, yang menjadi acuan dalam pemberitaan terkait teroris akhir-akhir ini kebanyakan adalah orang-orang yang anti-Islam (suku liberal dan sekutunya). Jika demikian sudah barang tentu kambing hitamnya adalah gerakan-gerakan Islam yang sebenarnya menyebarkan rahmat Allah di muka bumi ini. Coba renungkan, jika bangsa ini dulu tidak memiliki pahlawan-pahlawan muslim sekelas Tuanku Imam Bonjol, Panglima Soedirman, Sultan Hasanuddin dan lainnya? Pikirkan juga jika remaja sekarang ini lepas bebas bergaul tanpa ada pendamping sebayanya yang mengingatkan bahaya maksiat dan kehinaannya? Mau dibawa ke mana generasi kita?
Sekilas menyelami dunia Rohis, maka perkenankan diri ini bernostalgia mengenang masa-masa sekolah dulu. Diawali dari bangku SMP dimana usia baru menginjak remaja, saya sempat diamanahi sebagai ketua bidang kerohanian Islam di OSIS SMP Negeri 4 Amahai. Sebuah sekolah yang terletak di Liang, Kec. Amahai, Kab. Maluku Tengah tersebut kala itu siswa-siswinyanya mayoritas non-muslim. Namun suasana kebersamaan dan kenyamanan sangat terasa dalam setiap kehidupan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Mungkin karena saat itu media pemberitaan seperti Metro-TV dan kawan-kawan tidak ada atau belum mampu menjangkau daerah kami, sehingga biang teror yang meresahkan rakyat juga tidak sesumbar atau asal bunyi seperti tayangan-tayangan TV sekarang ini.
Selanjutnya masa putih abu-abu yang terkenal rentan dengan penyimpangan Karena pengaruh tingginya pubertas diri, lagi-lagi saya diamanahi sebagai ketua Sie Kerohanian Islam (SKI) SMA Negeri 11 Surabaya periode 2003/2004. Alhasil, bisa dihubungi tenaga pendidik disana untuk mengetahui bagaimana atmosfir kebersamaan kala itu dengan rangkaian kegiatan ke-Islam-an. Perjuangan kami mengajak yang suka berpacaran (zina) untuk rajin ke masjid harapannya mereka mendapat pencerahan tentang muhrim. Merangkul remaja yang gemar tawuran untuk berubah menjadi gemar adzan, membersihkan masjid, mengaji dan mengikuti perlombaan-perlombaan ke-Islam-an. Sayangnya, media televisi tak satupun sudi meng-ekspos-nya.
Begitu juga saat di bangku kuliah, amanah sebagai bendahara umum Forum Aktivitas Dakwah Islam (FADI) STKIP PGRI Trenggalek periode 2007/2008 menjadikan langkah ini pasti dalam mengagungkan kalimatullah. Silakan dibuktikan dengan langsung menghubungi STKIP PGRI Trenggalek baik itu dosen ataupun staff kampus, tanyakan kerinduan mereka pada siapa jika dalam kaitannya untuk menyemarakkan kegiatan ke-Islam-an mahasiswa di sana. Insya Allah jawabannya adalah aktivis FADI sebagai lembaga dakwah kampus yang senantiasa bersinergi dengan kegiatan kemahasiswaan dalam rangka mengembangkan religisitas mahasiswa muslim.
Tiada sedikitpun maksud hati untuk narsis dari paparan di atas, semata-mata ingin menjelaskan begitu indahnya kebersamaan kami sebagai aktivis Rohis ketika melewati masa-masa sekolah yang penuh dengan jerat kemaksiatan. Kami tidak membicarakan kebohongan apalagi menyebarkan gossip seperti tayangang TV yang kini kian marak. Kami juga tidak pernah menakut-nakuti siapapun seperti halnya mereka penebar kebohongan yang banyak meresahkan orang tua kami dengan suguhan yang menyesatkan. Kami sebagai Rohis karena Allah telah memilih kami dan diperintahkan untuk berbagi dengan teman-teman kami yang mungkin kala itu belum tercerahkan pola pikirnya.
Dan sebagai penutup uraian ini, ijinkan saya berharap agar media pemberitaan apapun itu untuk lebih selektif dalam memilih dan memuat berita. Pikirkan pula dampak sosial yang akan timbul dengan pemberitaan yang kalian sebarkan, janganlah menebarkan teror atau sejenisnya yang itu akan memecah belah ummat ini. Carilah nara sumber yang telah teruji pola pikir dan aqidahnya sehingga mampu memberi solusi atas problematika ummat sekarang ini. Sementara bagi teman-teman Rohis untuk tetap istiqomah dan sabar menghadapi cobaan ini. Berita miring yang beredar terkait keberadaan Rohis di sekolah akhir-akhir ini sejatinya mengingatkan kita untuk bersama menata niat kembali. Luruskan niat dalam berdakwah demi mencerahkan generasi bangsa yang sedang tercabik-cabik oleh hegemoni sekuler yang terus menghantui. Yakinlah kita pasti menang karena Allah bersama orang-orang yang beriman. (Zn)