iqrozen.blogspot.com | Awas Valentine's Day Merusak Moral Generasi. Perkembangan
umat Islam dewasa ini menyiratkan aura negative terkait semakin jauhnya
saudara-saudara kita yang terjebak dalam hegemoni Valentine’s Day.
Sudah banyak ulama yang memberi fatwa haram bagi umat Islam yang
merayakannya, namun kenyataan setiap tahun masih saja ada pernak-pernik
Valentine’s Day yang menghiasi property sebagian umat Islam. Terutama
mereka pasangan muda-mudi yang sedang kasmaran, momentum yang tepat
untuk meluapkan nafsu asmaranya.
Masyarakat kita yang mayoritas muslim bahkan terbesar di dunia, menjadi barometer tersendiri sejauh mana perkembangan Valentine’s Day dikalangan umat Islam. Lihat papan reklame, poster-poster di jalanan, dan media masa yang bertebaran di negeri ini, hampir seluruhnya berisi iklan yang menawarkan aksesoris Valentine’s day. Bahkan banyak saudara-saudara kita seiman yang saling mengucapkan ataupun mengirimkan kartu ucapan selamat merayakan Valentine’s Day.
Begitu
mudah musuh-musuh Islam memperdaya kita dengan budaya hedon hasil
rekayasa mereka. Dan keadaan ini sudah diprediksi oleh Rasulullah SAW
dalam hadistnya, beliau bersabda : “akan terjadi, bersatunya
bangsa-bangsa didunia menyerbu kalian seperti sekelompok orang menyerbu
makanan”. Salah seorang sahabat bertanya: “apakah karena jumlah kami
dimasa itu sedikit”. Rasulullah menjawab : “jumlah kalian banyak tapi
seperti buih dilautan. Allah mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh
kalian dan Allah menanamkan penyakit ‘wahn’ dalam hati kalian.” Lalu ada
yang bertanya lagi :“apakah penyakit ‘wahn’ itu ya rasulullah?” Beliau
bersabda : “ Cinta kepada dunia dan takut mati!”.(Riwayat Abu Dawud
no. 4297. Ahmad V/278. Abu Na’im dalam Al-Hilyah)
Secara
kasat mata terlihat jika umat Islam sekarang ini tidak lagi mengenal
jati dirinya sendiri. Sebab itulah generasi Islam larut dalam hura-hura
Valentine’s Day dan melupakan sejarah pembantaian umat Islam di Spanyol
(pada 14 Februari 1492). Atau bisa jadi mereka tidak tahu sejarah
Valentine’s Day itu sendiri, lucunya jika hal itu benar karena budaya
ikut-ikutan merupakan budaya jahiliyah atau primitive yang dilarang
agama. Masasih kita mau kembali lagi ke zaman purba? Zamannya orang
tidak bisa baca tulis dan tidak punya aturan, yang ada kala itu hanya
insting hawa nafsu belaka.
Mengapa
Valentine’s Day begitu eksis sampai sekarang? Mengapa juga banyak umat
Islam yang merayakannya? Padahal sudah jelas Valentine’s Day adalah
budaya Yahudi. Ada yang mengatakan jika Valentine’s Day merupakan Hari
Raya Gereja. Sumber yang saya baca (Wikipedia) menjelaskan kala itu ada
sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus di Via
Tibertinus dekat Roma, dan diidentifikasikan sebagai jenazah St.
Valentinus.
Kerangka itu ditaruh dalam sebuah peti emas dan dikirim ke gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Pada hari itu sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta. Namun hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969
sebagai bagian dari sebuah usaha yang lebih luas untuk menghapus
santo-santa yang asal-muasalnya tidak jelas dan hanya berbasis legenda saja. Anehnya, justru kita yang merayakannya sementara gereja telah menghapusnya dari kalender perayaannya.
Sumber
lain menjelaskan bahwa karena kematian Valentine bertepatan dengan
perayaan Lupercalia, yaitu suatu perayaan orang Romawi untuk menghormati
dewa Kesuburan Februata Juno. Dimana dalam perayaan ini, orang Romawi
melakukan undian seksual dengan cara mereka memasukkan nama ke dalam
satu wadah, lalu mengambil secara acak nama lawan jenisnya. Nama yang
didapat itu menjadi pasangan hidupnya selama satu tahun. Dan apabila
tiba pada perayaan berikutnya, mereka akan membuang undian lagi atau
bisa dibilang cari pasangan baru.
Begitu
berbahayanya jika budaya yang tidak jelas mampu konsisten digandrungi
umat dari generasi ke generasi, apalagi itu umat Islam yang memiliki
peradaban mulia. Karena perlahan namun pasti nilai-nilai akidah akan
tergeser dan mereka masuk ke jalan kesesatan. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW, yang artinya: “ Barang siapa yang meniru atau mengikuti
suatu kaum (agama) maka dia termasuk kaum (agama) itu”.
Membangun Keteladanan Nabawi
Fenomena
Valentine’s Day menjadi cambuk pelajaran bagi kita semua terutama
ulama Islam, yang merindukan peradaban Islam. Upaya untuk menyelamatkan
generasi umat Islam benar-benar urusan serius yang mesti
diprioritaskan disamping gerakan dakwah lainnya. Figur keteladanan ala
nabi menjadi kehausan pada umat Islam sekarang dan mesti segera
dipenuhi sebelum sekulerisme kian menjangkiti umat Islam.
Ulama
sekarang ini terlalu eksklusif sehingga sulit terjangkau oleh kalangan
“jalanan” yang sebenarnya mereka rindu suri tauladan. Tawuran pelajar
yang nota-bene beragama Islam menunjukkan peran guru begitu lemah dalam
menanamkan sunnah nabi SAW. Banyaknya kasus perzinahan menggambarkan
belum diterimanya transformasi keteladan nabi SAW dalam memuliakan
istri-istrinya. Maraknya tindak korupsi dan penyelewengan oleh pejabat
merupakan bukti tidak adanya jiwa kepemimpinan seperti yang pernah
dicontohkan nabi SAW dan sahabat-sahabatnya.
Boleh
jadi kita hidup jauh dari masa kehidupan nabi SAW dan sahabat,
sehingga banyak kalangan mengatakan tidak mungkin bisa mengikuti apa
yang menjadi tuntunannya. Selain perubahan zaman dan iptek yang pesat,
heterogen penduduk dunia pun semakin bervariasi. Namun suri tauladan
Rasulullah SAW terbukti menjadi rahmat semesta alam. Sebagaimana Allah
SWT telah berfirman yang artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (QS: Al-Ahzaab, 21)
Keteladanan
Rasulullah SAW sudah saatnya dibudayakan lagi dalam kehidupan
sehari-hari, dan tidak cukup jika hanya menjadi madzab atau nama aliran
tanpa aksi dalam kehidupannya. Apalagi hanya menjadi bahan diskusi yang
berujung pada perdebatan khilafiyah semata. Adakah diantara kita yang
siap menjadi pelopor dan mampu membawa dirinya sebagai figure yang
menghipnotis generasi Islam dengan kesantunan adab-adab nabawi? Inilah
pertanyaan yang mesti kita renungkan dan bersama-sama untuk
mewujudkannya.
Mungkin di bawah ini yang sedang anda cari:
Mungkin di bawah ini yang sedang anda cari: