Refleksi Tahun Baru Hijriyah

iqrozen.blogspot.com | Lebih dari setengah abad usia kemerdekaan bangsa Indonesia, namun negeri ini belum mampu membangun kehidupan rakyat yang merdeka. Doktrin paham kapitalis-liberal masih dominan hampir di berbagai segmen kehidupan masyarakat Indonesia. Ditambah lagi, perilaku masyarakat yang konsumtif dan permisif terhadap produk-produk asing, telah mendiskreditkan bangsa ini sebagai bangsa yang tertinggal dan rendah tingkat produktivitasnya. Bahkan, hal-hal yang bersifat prinsip seperti hukum dan ketatanegaraan, Indonesia belum banyak menciptakan polanya sendiri sehingga masih berkiblat pada warisan penjajah.
Fenomena tersebut secara tidak langsung menjadi isyarat bahwa bangsa ini belum mampu terbebas dari hegemoni bangsa Asing. Kondisi yang tentu sangat merugikan rakyat kecil karena banyak aset-aset penting negara dikuasai oleh pihak asing atau swasta. Akibatnya, rakyat Indonesia terus-menerus hidup dalam keterpurukan dan kemiskinan. Di sisi lain, terdapat kelompok atau golongan yang semakin makmur dan menguasai kebijakan publik. Kenyataan inilah yang mendorong bangsa Indonesia untuk harus melakukan reformasi mendasar terutama pada bidang birokrasi pemerintahan.
Coba kita renungkan,  berpijak di atas bumi yang kaya akan sumber daya alam ini, rakyat Indonesia seharusnya pantas hidup sejahtera. Tapi, mengapa itu hanya terjadi pada segelintir golongan manusia saja? Bukankah bumi seisinya ini diciptakan Allah untuk dinikmati oleh seluruh umat manusia tanpa terkecuali rakyat Indonesia di seluruh pelosok negeri? Tidak lain dan tidak bukan akar permasalahan terletak pada ketamakan para penguasa dan kelicikan para pembuat kebijakan.
Mewabahnya perilaku korup di negeri ini yang sebagian besar didalangi oleh oknum-oknum pejabat penting negara, menambah beban penderitaan rakyat. Pejabat yang semestinya mengayomi hak-hak rakyatnya, bukan malah menilap dan merampok kehidupan rakyat yang telah menderita. “Sudah jatuh tertimpa tangga” itulah pepatah yang cocok untuk menggambarkan kehidupan rakyat Indonesia saat ini. Pertanyaannya, sampai kapan demoralisasi berjamaah tersebut berlangsung di bumi pertiwi ini?
Banyak faktor yang mendorong dekadensi generasi bangsa Indonesia dari waktu ke waktu, sampai-sampai detik inipun belum tercium aroma perubahan ke arah yang lebih baik. Diawali dengan hilangnya kualitas kepribadian yang memancarkan ruh Illahiyah, orientasi kehidupan yang kian terjebak pada materialistis, serta pudarnya kearifan dalam menyikapi berbagai persoalan hidup. Inilah kualitas manusia Indonesia yang tampak kasat mata dalam beberapa dekade akhir-akhir ini.
Sudah saatnya negara yang mayoritas berpenduduk Muslim ini mengambil spirit hijrah Rasulullah SAW sebagai landasan revolusi diri masing-masing elemen bangsa untuk menjadi manusia paripurna. Momentum hijrah sebagai sarana untuk melakukan muhasabah atau evaluasi diri, sejauh mana perbaikan atas segala kekurangan di masa lalu, serta peningkatan kualitas moral dalam mengelola amanah yang telah diterimanya. Sungguh penting perbaikan yang dimotori masing-masing individu namun membawa dampak positif pada terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang dinamis.
Pemahaman terhadap makna hijrah ini harus benar-benar tumbuh dalam setiap gerak langkah manusia yang memiliki visi perubahan semesta. Kesadaran bahwa melakukan hijrah adalah perbuatan yang mulia, namun  tidaklah mudah karena memerlukan  kemauan, tekad dan kerja-kerja optimal, bahkan menuntut pengorbanan harta maupun jiwa. Hijrah dengan kesungguhan dalam berjuang memperbaiki segala kekurangan dan keterbatasan merupakan tanggung jawab individu, golongan bahkan seluruh rakyat Indonesia. Harapannya, kehidupan generasi bangsa yang akan datang tidak lagi berkutat dalam keterpurukan sebagaimana yang sedang terjadi saat ini.
Dan, perlu disepakati bahwa hijrah di sini tidak terbatas pada makna perpindahan dalam rangka meninggalkan suatu wilayah seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW beserta kaum Muhajirin kala itu. Lebih luas, makna hijrah bertumpu pada visi besar Rasulullah dalam upaya perbaikan kualitas hidup manusia dari keadaan sebelumnya. Sebagaimana optimisme Rasulullah SAW yang hijrah menuju Yastrib, kemudian Beliau memulai sebuah peradaban baru yang kini populer sebagai peradaban madani. Demikianlah, sikap optimisme yang mestinya menjadi pembelajaran ketika bangsa Indonesia sedang menghadapi krisis multidimensional seperti yang terjadi sekarang ini.
Selanjutnya, hijrah harus menjadi momentum pembebasan diri dari semua perilaku jahiliyah, kebobrokan, kezaliman dan ketidakadilan. Sebagaimana ketika berbagai himpitan persoalan dan tekanan politik pada masa itu yang menuntut Rasulullah SAW harus hijrah bersama sahabat-sahabatnya dari Mekkah. Langkah berani dan pilihan yang tepat Rasulullah meninggalkan Mekkah telah membuahkan prestasi sosial, ekonomi dan spiritual yang diprakarsai Rasulullah di tempat yang baru, yakni Madinah. Inilah seharusnya menjadi terobosan bagi pemimpin bangsa kita untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hijrah Rasulullah yang fenomenal bersama para pengikutnya dari Mekkah ke Madinah merupakan misi untuk membangun masyarakat berperadaban mulia. Hijrah tersebut merupakan strategi sosial dan spiritual untuk memperbaiki masyarakat dari keterpasungan ideologoi rendahan. Hijrah bukanlah sebuah tindakan melarikan diri untuk menghindari masalah, namun hijrah memberi kesempatan kepada siapa saja untuk mendapatkan energi sosial dan spiritual, sehingga mampu menyusun strategi baru lagi cemerlang guna memperbaiki situasi dan keadaan.
Maka, perlu digaris bawahi bahwa momentum hijrah hendaknya mewujudkan pembaharuan dan perbaikan kehidupan yang berlandas pada keutamaan nilai-nilai kemanusiaan. Lebih khusus lagi, makna hijrah dalam ruang lingkup Indonesia, harus dijadikan sebagai momentum pendewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama ditengah berbagai kontroversi isu yang meliputi masyarakat secara lokal maupun global. Sehingga jaminan kesejahteraan dalam hidup berbangsa dan bernegara dapat dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia.
Pada akhirnya, kehidupan masyarakat Indonesia menjadi lebih beradab karena mengedepankan nilai-nilai sosial-spiritual dalam balutan Islam. Karena dengan hijrah yang sebagaimana tuntunan dari Rasulullah, maka sangat mungkin rakyat Indonesia dapat membangun peradaban baru tanpa harus meninggalkan tanah air Indonesia. Peradaban yang mendemonstrasikan kehidupan masyarakat yang bermartabat. Peradaban yang telah lama dirindukan seluruh umat manusia di jagat raya ini. Peradaban yang mampu melahirkan generasi-generasi ‘emas’ yang sangat dicintai oleh seluruh penghuni langit dan bumi Allah ini.
Dan Allah SWT telah berfirman, “Barang siapa yang berhijrah dijalan Allah , niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang  banyak. Barang siapa yang  ke luar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud), maka sungguh telah tetap pahalanya disisi Allah. Dan adalah Allah  maha  pengampun lagi maha penyayang.“ (QS. An-nisa: 100).*