Logika Menjelaskan Kebenaran

Iqrozen.blogspot.com | Perdebatan panjang para wakil rakyat dalam sidang Paripurna DPR untuk menyikapi rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM menjadi topic menarik di berbagai media. Tidak hanya media masa, kelompok-kelompok intelektual juga ikut nimbrung membahas konsistensi DPR terkait pro dan kontra mereka terhadap naiknya harga BBM. Salah satunya adalah Inisiasi Hidayatullah pada dialog peradaban “Coffee Morning for Civilization” yang juga merupakan kajian rutin Sabtu pagi.

Dialog peradaban kali ini terasa spesial karena dihadiri oleh ustadz Abdurrahman Muhammad selaku pimpinan umum pesantren Hidayatullah.

Ustadz Suharsono yang juga direktur Inisiasi Hidayatullah mengawali dialog peradaban ini dengan menyatakan bahwa “ Logika adalah instrumen yang sangat baik untuk menjelaskan kebenaran dan bukan untuk menjelaskan kebathilan”. Inilah yang sekarang terjadi pada wakil rakyat di legislatif karena sering mempermainkan logika untuk kepentingan pribadi dan golongannya semata. Dampaknya, permasalahan bangsa Indonesia semakin complex dan rumit karena logika yang mereka bangun tidak memiliki tujuan sehingga tidak mempunya arti  apapun bagi reformasi bangsa.

Ironisnya, masyarakat Indonesia yang mayoritas umat Islam pun belum mampu mengambil peran strategis untuk menyikapi gejolak rakyat kecil yang kian ricuh. Menurut ustadz Suharsono, “Kelemahan sebagian besar umat Islam dalam mengkomunikasikan nilai-nilai Islam yang luhur dan mulia, terletak pada lemahnya mereka mengkomunikasikan ideologinya yang sering dikemas tanpa analisis logika yang memadai”. Selanjutnya, “Jika logika digunakan untuk menjelaskan suatu kebathilan, maka orang yang pintar pun tak akan mampu menunjukkan ideologinya, mereka akan terseok-seok dalam kiprah pergerakannya”. Imbuh ustadz yang juga penulis buku “Membangun Peradaban Islam : Menata masa depan Indonesia dengan Al Qur’an”.

Iqro’ sebagai wahyu pertama yang diterima Rosulullah SAW menyususun kerangka berpikir secara logika yang bersandar pada ruh Ilahiyah. Perintah Iqro’ sangat membangun logika seseorang menuju pada kebenaran selama dilandasi dengan bismirobbikaladzi kholaq. Artinya Iqro’ dalam asumsi menuntut ilmu akan menjadi cahaya penerang bila berdasarkan keyakinan yang kuat pada Allah SWT sebagai dzat Maha Pencipta, dan sebaliknya iqro’ tidak akan menghasilkan apapun tanpa nilai-nilai spiritual. Allah SWT telah berfirman di dalam Al Qur’an surat Al Alaaq ayat pertama yang artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan”.

 Dan dewasa ini pertunjukkan yang dimainkan kebanyakan umat Islam sangat bertolak belakang pada logika yang semestinya. Pengaruh westernisasi menggiring mereka untuk berakraban ria dengan sekulerisme, plularisme, kapitalisme, pragmatisme dan isme-isme yang lain. Logika yang dikedepankan sebagian saudara-saudara kita adalah logika yang jauh dari cahaya Illahiyah sehingga pendewaan akal menjadi prioritas. Tidak dipungkiri lagi bahwa banyak intelektual Islam yang larut dalam hegemoni neomodernisasi sehingga dakwah yang disampaikan sekedar menjadi hiburan dan bukan sebagai pencerahan. Misalnya kita lihat selebritisasi da’i yang marak di media TV demi meningkatkan ratting penonton yang menyukai program TV tersebut. 

Pada kesempatan yang sama, seorang Imam Nawawi, M.PdI, selaku Sekretaris Inisiasi Hidayatullah menyatakan “Logika seseorang tidak akan berdaya jika pragmatisme telah merasuki pola pikir orang tersebut”. Beliau mengimbuhkan bahwa “Logika intelektual seorang hamba Allah harus benar-benar disandarkan pada cahaya Allah, agar gerakan dakwahnya tidak tersesat.” Ujar alumnus STAIL Hidayatullah Surabaya ini.

Berbicara peradaban Islam tidak terlepas dari peran penting logika intelektual, sebagaimana sekarang ini umat Islam sedang ditantang masyarakat awam untuk memberikan pencerahan atas problematika yang tiada berkesudahan. Islam sudah menyempurnakan instrument peradaban mulia, maka sudah saatnya kita menjadi pemimpin dunia sehingga Islam benar-benar menjadi rahmatan lil ‘alamin. Konkritnya, kepemimpinan dalam Islam begitu sistematis karena telah didukung konsep peninggalan kejayaan Islam masa lalu dan adanya komunitas umat Islam yang tersebar dihampir seluruh penjuru dunia.

Namun permasalahan umat zaman modern ini begitu rumit untuk sekedar didiskusikan. Keprihatinan mendasar disampaikan pimpinan umum Hidayatullah ustadz Abdurahman Muhammad yang menyatakan : “Berdakwah tidak cukup melalui forum seperti ini, meski disini tempatnya mendiskusikan solusi permasalahan umat. Bagaimana kita bisa mendengar keluhan umat jika tidak pernah berdampingan langsung dengan umat di luar sana. Diskusi-diskusi seperti ini harus menghasilkan gerakan perubahan di lapangan (nyata) dan bukan hanya sekedar menambah kemampuan intelektual pribadi”.

Beliau menambahkan : “Perangkat-perangkat logika yang terbangun seringkali kandas oleh konsekuensi yang harus dihadapi dalam kehidupan sosial. Dan salah satu upaya merubah sistem sosial yang telah mengakar adalah dengan sering-sering bersilaturrahmi.”
Syabab Hidayatullah
Sebagai closing statement, ustadz Abdurrahman Muhammad menegaskan bahwa dalam upaya mengembalikan kejayaan Islam, maka umat Islam harus tampil sebagai teladan dan mampu menjadi pemimpin dalam menyelesaikan berbagai persoalan umat. Umat Islam juga dihimbau untuk senantiasa menetapkan dirinya berada dalam Imamah Jama’ah sebagai perisai diri dari arus liberalisasi agama. Gerakan dakwah yang terorganisir dalam jama’ah dan terjun langsung di gelanggang perjuangan akan semakin mempercepat berdirinya peradaban Islam yang telah lama dirindukan semua. (Coffee Morning Peradaban edisi Sabtu, 31 Maret 2012 di Masjid Ummu Quraa’ Hidayatullah Depok)