iqrozen.blogspot.com | Sejarah telah mencatat hampir pada setiap generasi didapati orang-orang yang mengaku nabi. Pada zaman nabi Muhammad Saw ada seseorang yang mengaku sebagai nabi utusan Allah, orang tersebut adalah Musailamah yang berjuluk Kadzdzab (si pendusta) yang berasal dari negeri Yamamah. Musailamah sempat menyusun ‘wahyu’ tandingan yang diklaimnya diturunkan Allah untuk menandingi Al Qur’an yang dibawa nabi Muhammad Saw.
Nabi-nabi palsu akan terus muncul hingga akhir zaman sebagaimana sabda Rosulullah Saw “Tidaklah hari kiamat ditegakkan, hingga keluar sekitar 30 dajjal pendusta. Masing-masing mereka mengaku dirinya sebagai Rosul.” (HR. Muslim no. 5205 dari Abu Hurairah). Logikanya, sangat memungkinkan jika dizaman modern seperti sekarang ini kita masih mendengar kasus adanya nabi setelah Rosulullah Saw. Ibarat sekutu yang senantiasa ‘kebakaran jenggot’ bila ada suatu golongan yang berjaya di muka bumi ini.
Sebagaimana ulah pengikut Mirza Ghulam Ahmad yang begitu gencar memproklamirkan Ahmadiyah sebagai agama yang benar, meski telah difatwa sesat oleh ulama-ulama Indonesia. Dan mereka meyakini Mirza Ghulam Ahmad yang lahir pada Jumat, 13 Pebruari 1835 M atau 14 Syawwal 1250 H di desa Qodian-India, sebagai nabi mereka. Sungguh suatu ‘invasi’ di zaman modern yang mereka gencarkan untuk menjajah umat Islam yang sedang terluka dan tertindas oleh Imeprialisme Sekuler........
Sepak terjang para penganut Ahmadiyah laksana ‘agresi militer sekutu’ yang sangat bernafsu memporak-porandakan aqidah Islam yang telah dibangun Rosulullah Saw. Berkoalisi dengan kaum sekuler, Ahmadiyah kian meperkokoh diri dengan terus menebarkan wahyu-wahyu sesatnya dan menghimpun pengikut-pengikut tanpa sedikitpun merasa berdosa. Sungguh inilah penjajahan aqidah yang benar-benar nyata oleh Ahmadiyah beserta kroni-kroninya, sebagaimana misi sekuler yang dibawa Yahudi dalam menjajah umat Islam di muka bumi ini.
Seorang ulama India yang paling disegani pada zamannya, Syed Abul Hasan Ali an-Nadwi, sesudah mempelajari secara intensif dan objektif perjalanan hidup dan ‘evolusi’ Mirza Ghulam Ahmad, dari seorang santri sederhana hingga menjadi pembela agama (1880) dan mengaku imam mahd i alias masih maw’ud (1891) serta menganggap dirinya nabi (1910), menyimpulkan bahwa gerakan Ahmadiyah ini semakin menambah beban pekerjaan rumah bagi umat Islam (Lihat: Qadianism: A Critical Study, cetakan Lucknow 1980, hlm. 155).
Bagaimana tidak membebani umat Islam? Ajaran yang digembar-gemborkan sekte Ahmadiyah merupakan hasil editing dari syari’at Islam yang dibawa nabi Muhammad Saw, ini tentu sangat meresahkan kita sebagai muslimin yang menjunjung kemurnian syari’at Islam. Sedangkan kitab yang mereka sucikan karena diyakini sebagai wahyu, nyatanya oleh para ulama dianggap hanyalah rekayasa seorang Ghulam Ahmad semata. Memang mereka masih mengakui adanya Al-Qur’an dan As-Sunnah, namun sungguh itu hanyalah tersemat dibibir mereka selagi mereka mencari simpati masyarakat umum. Dan masih banyak lagi penyimpangan yang mereka banggakan sebagai suatu kebenaran.
Wahyu-wahyu versi Ahmadiyah
Ahmadiyah memiliki kitab ‘suci’ yang mereka sebut tadzkiroh (lengkapnya Tadzkiroh Ya’ni Wahyun Muqoddasun Ru’ya Wa Kusyufa Hadhrotu Masihu Mau’udu ‘Alaihissholatu Wa Salam) Beberapa ayat kitab ini berbunyi : “Wahai Ahmad! Allah telah memberi berkah kepadamu.” (Tadzkiroh, 1907:43-70). Ayat yang lain menjelaskan bahwa Allah telah menurunkannya dekat dengan Qodian (India), kebenaran yang Allah turunkan.
Dan berbagai ayat palsu lainnya dalam kitab tadzkiroh yang begitu nyata menggambarkan mereka sedang berupaya keras dalam menandingi kemurnian Al Qur’an. Sementara Rosulullah Saw telah menyampaikan seluruh risalah yang diwahyukan Allah kepadanya dengan sempurna. Hal ini sesuai dengan firman Allah, yang artinya : “ Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah Kucukupkan bagi kalian nikmat-Ku dan telah Kuridhoi Islam itu sebagai agama kalian.”(QS. Al-Maidah : 3)
Kenabian versi Ahmadiyah
Menurut Ahmadiyah, kenabian akan tetap berlangsung dan wahyu tetap turun hingga hari kiamat kelak. Sungguh statement yang berbanding terbalik dari wahyu Allah dalam QS. Al-Ahzab ayat 40, yang artinya: “ Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi ia adalah Rosulullah dan penutup para nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Terkait ayat ini, para ulama ahli tafsir sepakat bahwa kalimat “Khotamun Nabiyiin” bermakna penutup para nabi.
Semestinyalah kita semua sepakat, bahwa siapapun yang mengaku dirinya nabi adalah dajjal, pendusta yang menyesatkan. Sebagaimana yang disampaikan Al-Imam Ibnu Katsir di dalam tafsirnya: “Sungguh Allah telah mengabarkan dalam Al-Qur’an dan juga Rosulullah dalam hadits-haditsnya dengan gamblang bahwa tidak akan ada nabi lagi yang diutus oleh Allah setelah nabi Muhammad Saw. Sungguh kalian telah mengetahui pula bahwa setiap orang yang mengaku berkedudukan seperti Nabi, maka dialah pendusta, dajjal, sesat dan menyesatkan.” (tafsir Ibni Katsir, 3:599)
Reaksi Umat Islam Terhadap Ahmadiyah
Semakin hebat Ahmadiyah berkoalisi dan semakin banyak kaum sekuler yang mendukungnya, semestinya mendorong kita sebagai umat Islam untuk bersatu dan mengokohkan khilafah Islam yang senantiasa menjaga kemurnian syari’at yang telah disampaikan Rosulullah Saw. Pembubaran Ahmadiyah merupakan tugas kita bersama hingga benar-benar terwujud, karena tanggungjawab kita untuk menjunjung tinggi kemurnian Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup manusia di dunia fana ini.
Sudah banyak upaya umat Islam dalam membubarkan Ahmadiyah. Mulai dari gelombang demonstrasi dari berbagai ormas Islam yang sepakat menyatakan Ahmadiyah sesat dan harus dibubarkan. Lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri juga menegaskan untuk segera dibubarkannya Ahmadiyah. Ditambah juga kebijakan beberapa kepala daerah yang beramai-ramai mengeluarkan surat ‘pembekuan’ aktivitas jamaah Ahmadiyah. Namun, apakah upaya-upaya tersebut sudah cukup efektif menyadarkan jamaah Ahmadiyah?
Kenyataannya sangat sulit untuk kembali memurnikan ideologi seseorang, ditambah lagi adanya dukungan dari golongan-golongan tertentu yang hanya mengedapankan logika. Lihatlah, semakin confident para aktor Ahmadiyah yang acting didepan media masa. Dan semakin berbondong-bondong orang-orang yang mengatasnamakan hak asasi manusia menyerukan dukungan kepada Ahmadiyah yang telah mencemarkan kemuliaan Islam. Bukankah hak asasi kita juga untuk meminta mereka bertaubat?????
Maka, saatnya kita yang masih diberi kejernihan berfikir untuk terus menyebarkan kebenaran Islam sebagaimana yang disampaikan nabiullaah Muhammad Saw. Kita berupaya terus meningkatkan ilmu keislaman demi membentengi aqidah kita dan orang disekitar kita agar tidak terjebak dalam pemahaman sesat yang kini kian marak disebarkan para musuh-musuh Islam. Semoga Allah Swt menyelamatkan diri kita, keluarga kita dan bangsa kita ini dari kekufuran. Amiin ya Robbal ‘Alamiin.