Ya Ramadhan 1430 ini adalah Ramadhan pertama yang butuh perjuangan lebih dan berbeda dengan Ramadhan pada tahun – tahun sebelumnya yang harus dijalani oleh mbah Suyadi kakek kelahiran 1927 di Trenggalek ini. Dimana beliau melaksanakan ibadah Ramadhan ini tidak lagi dengan alat indera yang sempurna, beliau harus diarahkan pada kiblat jika ingin shalat, harus dilayani bila ingin makan, dan dituntun bila ingin ke manapun beliau pergi.
Hal ini disebabkan indera penglihatan beliau yang tidak lagi normal seperti hari – hari sebelumnya. “ Tidak jelas bagaimana awalnya, tiba – tiba pandangan saya menjadi kabur dan selanjutnya gelap ketika itu sekitar bulan Januari, mungkin setelah hari raya Haji. Lawong Qurban ( ketika pemotongan hewan qurban ) saya masih menyaksikan di depan pesantren” Jelas kakek yang mempunyai 8 saudara kandung ini.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan putranya, “Baru saja kok mas mbah tidak dapat melihat (buta.red), sekitar awal tahun 2009. Namun mbah tetap bisa menjalankan ibadah Ramadhan dengan khusu’. Puasa mbah belum bolong, sholat tarawih juga seperti yang mas lihat setiap hari ke masjid bahkan mbah masih nambah sholat tahajud di rumah” ujar Pak Khoiri putra semata wayang mbah Suyadi (83), kakek yang rajin ke Masjid Aqso Madinah pesantren Hidayatullah Trenggalek.
Dimata keluarga, mbah Suyadi sangat religius. “Mbah itu aktif sekali jika ada kegiatan keagamaan sejak dulu”. ujar pak khoiri lagi. Kakek yang pernah menikah 2 kali ini juga pernah mengalami masa sulit ketika masih muda. “Dulu saya pernah berobat ke pendeta, jika tidak salah ingat namanya pendeta Karno. Saya disuruh mengubah keyakinan saya terhadap Islam agar saya bisa sembuh. Tapi saya tidak mau, dan saya tetap pada ajaran Islam sampai kapanpun”. Kenang mbah Suyadi. “Saya tidak ingin Islam di negeri ini tergusur oleh paham lain yang setiap zaman berubah dan terus merongrong kejayaan Islam” imbuh kakek dari Ari dan Erik ini.