Hakikat Negara Yang Merdeka

iqrozen.blogspot.com | Setiap bangsa tentu memiliki sejarah penting dalam upaya meraih dan atau menjaga eksistensi kedaulatan negaranya masing-masing. Tinta emas sejarah juga telah mencatat kebangkitan banyak negara dari keterpurukan akibat penindasan dan penjajahan. Perjuangan yang memerlukan pengorbanan besar baik harta maupun jiwa hanya demi mewujudkan satu kata, merdeka. Demikian halnya bangsa Indonesia, kemerdekaan yang diproklamirkan Bung Karno 69 tahun silam, mestinya menjadi tonggak sejarah kejayaan rakyat Indonesia. Baca juga artikel tentang Profil Calon Presiden Indonesia.
Sayangnya, diusia kemerdekaan yang lebih dari setengah abad ini, hakikat kemerdekaan belum dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat di negeri kita tercinta ini. Maraknya penindasan, kekerasan, kerusuhan, korupsi, ketidak-adilan hukum, kemiskinan, centang perenangnya sistem pendidikan nasional, rendahnya sumber daya manusia dan seabrek problematika bangsa lainnya masih begitu sering kita saksikan di bumi pertiwi ini. Jika demikian faktanya, apa yang dimaksud dengan kemerdekaan Indonesia selama ini?
Jika bersandar pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), maka kemerdekaan yang dimaksud adalah keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi dan sebagainya). Dengan kata lain, mestinya bangsa Indonesia mampu secara maksimal memenuhi kebutuhan rakyatnya sendiri dan tidak lagi bergantung pada bangsa lain. Kenyataannya, hampir di setiap lini kebutuhan pokok (baik rakyat maupun pemerintah) masih mengimpor dari negara lain. Sementara itu, tidak dapat kita pungkiri jika sumber daya alam di tanah air Indonesia melimpah-ruah dari Sabang sampai Merauke.
Sungguh ironis jika negeri kita yang dikelilingi lautan luas ini, masih tergolong tinggi mengimpor garam dari negara lain. Mengutip data yang disampaikan Pelaksana Harian Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Gunaryo bahwa untuk impor garam konsumsi nasional tahun 2012, alokasi pemerintah mencapai angka 533.000 ton garam yang dibagi dalam dua tahap impor (id.berita.yahoo.com). Bukankah ini namanya membuang garam di lautan? Dimana integritas bangsa Indonesia sebagai negara yang merdeka, makmur dan sejahtera, jika garam saja masih ‘mengemis’ ke negara lain.
Dari data tersebut secara tidak langsung telah menggambarkan bahwa rakyat Indonesia masih belum terbebas dari cengkraman pihak-pihak tertentu. Tidak hanya garam, daging sapi pun bangsa kita masih impor dari negara tetangga. Sedangkan kita memiliki padang rumput yang luas dan berkualitas sebagai zona peternakan alami. Seyogyanya Indonesia tidak akan mengimpor beras, jika padi milik petani pribumi mendapat perhatian dan dukungan intensif dari pemerintah. Puncaknya, kita tidak perlu menunggu ‘serangan-serangan’ product asing jika setiap elemen dalam negeri telah bersatu untuk ‘Beli Indonesia’.
Dari uraian singkat tersebut, rakyat Indonesia yang merupakan bagian dari umat Islam dengan jumlah terbesar di dunia harus memperluas pemahaman akan hakikat kemerdekaan. Sehingga cita-cita kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan tempo dulu, dapat diderivasikan secara menyeluruh melingkupi segala aspek kehidupan rakyat. Kemerdekaan yang tidak hanya sebatas pengakuan kedaulatan, namun kemerdekaan yang benar-benar mengantar rakyat Indonesia hidup bermartabat di mata dunia.
Hakikat Kemerdekaan
Merdeka dalam Perspektif Islam
Ajaran Islam melalui banyak hikmah telah menegaskan dengan jelas hakikat kemerdekaan dalam diri setiap umat manusia. Kemerdekaan sebagai makhluk Allah yang paling sempurna dan mulia dibanding makhluk-makhluk-Nya yang lain. Sebagaimana Allah berfirman, “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS al-Israa’: 70).
Kemerdekaan hakiki akan mengantarkan umat manusia pada penghambaan diri kepada Allah Swt yang tidak terbatas. Kemerdekaan dari segala jenis orientasi kehidupan dunia, yang mana telah banyak menjerumuskan manusia untuk menghamba pada berhala. Hegemoni materialisme mulai dari harta, jabatan dan wanita telah menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat, yang diantaranya adalah tradisi saling menindas dan menjatuhkan. Inilah fenomena yang masih banyak kita temukan saat ini di negara kita yang telah lama memproklamirkan kemerdekaannya. Apakah ini yang dinamakan merdeka?
Sebagai rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, hakikat kemerdekaan sebenarnya telah dijelaskan dengan gamblang di dalam Alquran dan as-Sunnah. Banyak kisah hikmah yang dimuat dalam Alquran bercerita tentang arti kemerdekaan yang sesungguhnya. Salah satunya, kesuksesan Nabi Muhammad Saw dalam mengemban misi profetiknya di muka bumi ini menjadi sumber ilham yang tak pernah habis bagi bangsa Indonesia untuk memaknai kemerdekaan secara lebih holistik dan integral (QS al-Maa’idah [5]: 3).
Nabi Muhammad tumbuh dan berkembang di sebuah masyarakat yang mengalami tiga penjajahan sekaligus, yakni maraknya disorientasi hidup, monopoli kesejahteraan hidup dan kezaliman sosial yang menjadi tradisi. Disorientasi hidup diekspresikan berupa penyembahan patung-patung oleh kaum Quraisy. Muhammad Saw saat itu berjuang keras memerdekakan siapa saja yang mau mengikutinya untuk menyembah Allah Yang Maha Esa semata. Beliau membebaskan manusia dari “Tuhan” buatan manusia yang telah melecehkan harkat dan derajat manusia.
Hal tersebut senada dengan firman Allah di dalam al-Qur’an surat al-Jumu’ah ayat ke-2, yang artinya: “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Sementara, monopoli kesejahteraan hidup kala itu didefinisikan dalam Alquran sebagai keadaan masyarakat yang sumber kekayaan hanya berputar pada kelompok-kelompok tertentu saja. “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota. Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS al-Hasyr: 7).
Nabi Muhammad Saw juga sangat getol mengkampanyekan pembebasan budak, kesetaraan laki-laki dan perempuan, dan kesederajatan bangsa-bangsa. Dalam khutbah terakhirnya di Arafah, saat haji wada’, beliau menegaskan bahwa tak ada perbedaan antara hitam dan putih, antara Arab dan non-Arab. Semuanya sama di mata Allah, sebagaimana firman-Nya, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al-Hujuraat:13).
Betapa indahnya apabila bangsa Indonesia mampu memaknai kemerdekaannya seperti yang diilhamkan Alquran. Rakyat Indonesia akan merasakan kemerdekaan hakiki dalam meraih kesejahteraan hidupnya bersama-sama. Tidak ada lagi konspirasi baik dibidang politik, ekonomi, sosial-budaya dan pendidikan. Merdeka secara internal yang berarti bebas dari perampokan hak-hak rakyat yang biasanya dilakukan oleh para penguasa kebijakan. Dan merdeka secara eksternal dari tekanan politik negara manapun, sehingga tidak ada campur tangan asing apalagi menyerahkan pengelolaan sumber daya alamnya kepada pihak asing.
Harapannya, seluruh rakyat Indonesia tidak lagi menghambakan diri terhadap materialisme dan hedonisme yang telah mengantarkan banyak manusia melakukan korupsi, maksiat dan menghalalkan berbagai cara untuk menuruti hawa nafsunya. Manusia merdeka harus mampu menghambakan diri seutuhnya kepada Sang Penciptanya dan tidak pernah lagi saling menyakiti selama menikmati anugerah hidup di muka bumi Allah ini.
Dan sebagai warga negara Indonesia yang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum pemerintah dan hukum Allah, maka tidak ada lagi perbedaan untuk memperoleh akses ekonomi, politik, sosial, dan pendidikan. Sehingga kemerdekaan yang sesungguhnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia hingga ke pelosok negeri ini. Demikian sekiranya yang dimaksud hakikat kemerdekaan untuk umat manusia tanpa ada sedikitpun rekayasa. Semoga tetap jaya Negara Kesatuan Republik Indonesia!!!

Artikel ini juga pernah dimuat di Koran Harian Batam Pos edisi 15/8/2014