Hukum Bersalaman Plus, Jabat Tangan Dibumbui Cipika-cipiki

iqrozen.blogspot.com | Kalangan ulama Al-Azhar di Mesir pernah ramai memperbincangkan hukum bersalaman plus mencium pipi, sebuah tanda penghormatan yang lazim terjadi di negara-negara Arab. (Sebelumnya baca juga : Alasan Tertawa Terbahak-bahak Dilarang Islam)

Titik sentral perbincangan atas masalah tersebut adalah apakah bersalaman plus cium pipi adalah termasuk dari bagian ajaran Islam atau bukan. Dr. Muhammad Raafat Utsman, dosen perbandingan madzhab fikih di Universitas Al-Azhar mengatakan, hal tersebut bukan termasuk ke dalam ajaran Islam, dan semata-mata hanya tradisi yang berkembang di Arab.

"Bersalaman plus cium antar sesama, sama sekali tidak ada dasarnya dalam al-Qur'an dan as-Sunnah," demikian dikatakan Utsman sebagaimana dikutip surat kabar Mesir al-Mashry al-Yaum (18/5). Sementara itu, Dr. Ahmad Karimah, dosen fakultas Syariah Universitas Al-Azhar menganggap jika tak ada masalah secara hukum fikih dalam kasus bersalaman plus cium itu.

Hukum Bersalaman Plus, Jabat Tangan Dibumbui Cipika-cipiki

Meski tidak ada dalil yang sharih (pertelo) dalam al-Quran yang menyatakan hal tersebut, tetapi Karimah menganggapnya sebagai adat baik yang boleh, bahkan dianjurkan, untuk terus ditradisikan. "Salah satu yang dianjurkan oleh syariat kita adalah memperlihatkan dan mengekspresikan tahiyyah, mawaddah, dan mahabbah antar sesama saudara Muslim. Sangat dianjurkan selama tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah utama syara'," kata Karimah. Sebab itulah Karimah berpendapat jika bersalaman sambil diimbuhi sun pipi adalah bagian dari tabadul at-tahiyyat (bertukar penghormatan) yang dianjurkan.
Hukum Bersalaman Plus, Jabat Tangan Dibumbui Cipika-cipiki
Ilustrasi
Jika ditilik dari kacamata qawaid fiqhiyyah (kaidah fikih), maka masalah ini termasuk ke dalam adat yang kemudian dihukumi (al-'adah muhakkamah). Sebuah tradisi atau adat yang baik, yang kemudian lestari secara turun temurun dan tidak bertentangan dengan kaidah syara', maka hal tersebut justru dianjurkan, dan bahkan menjadi bagian dari syara' itu sendiri. (Sumber : www.hidayatullah.com).